BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata bahasa dalam bahasa Indonesia
memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga seringkali
membingungkan. Sifat atau ciri dari bahasa itu sendiri antara lain, bahasa itu
adalah sebuah sistem, bahasa itu berwujud lambang, bahasa itu berupa bunyi,
bahasa itu bersifat arbitrer, bahasa itu bermakna, bahasa itu bersifat
konvensional, bahasa itu bersifat unik, bahasa itu bersifat universal, bahasa
itu bersifat produktif, bahasa itu bervariasi, bahasa itu bersifat dinamis,
bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan bahasa itu merupakan
identitas penuturnya.
Sebagai alat komunikasi verbal, bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksudnya, tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai yang berwujud kata atau leksem dengan benda atau konsep yang ditandai, yaitu referen dari kata atau leksem tersebut.
Saat
berkomunikasi tentu saja setiap orang banyak menggunakan pembendaharaan kata.
Pembendaharaan kata yang banyak sudah sangat membutuhkan bahwa seseorang
tersebut sering berkata-kata. Namun, keadaan tersebut memiliki pengaruh
terhadap perkembangan bahasa saat ini.
Mengkaji
hal tersebut, perlu adanya pengetahuan yang lebih dalam mengenai penggunaan
kata-kata, yang digunakan lebih dari satu makna dan juga mengenal serta
memahami penggunaan kata yang sama tetapi ketika seseorang tersebut
mengucapkannya menimbulkan arti yang berbeda.
Permasalahan tersebut lebih dikenal dengan hal yang
berhubungan dengan polisemi. Disamping hal tersebut, selain mengetahui lebih
dalam tentang makna ataupun konsep dari polisemi. Kita juga harus mengetahui
dalam tentang perubahan makna polisemi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan Polisemi?
2. Apakah bentuk kata Polisemi?
3. Apakah Perubahan makna Polisemi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian dari
Polisemi.
2. Mengetahui bentuk kata polisemi.
3. Mengetahui perubahan makna
polisemi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Polisemi
Polisemi merupakan hubungan antara bentuk
kebahasaan dengan perangkat makna (Aminuddin,2001:123), misalnya bentuk
berjalan yang mempunyai makna 'terlaksana, berlangsung dan berjalan dengan
kaki'. Polisemi sering juga diartikan sebagai satuan bahasa ( terutama kata,
bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu (Chaer,2001:101) seperti
kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna:
(1) bagian dari tubuh dari leher ke atas;
(2) bagian dari sesuatu yang terletak di
sebelah atas atau depan dan merupakan hal yang
paling penting seperti kepala suku, kepala
kereta api;
(3) bagian dari sesuatu yang berbentuk
bulat seperti : kepala paku, kepala jarum;
(4) pemimpin atau ketua, seperti kepala
sekolah, kepala kantor, kepala stasiun;
(5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat
setiap kepala menerima Rp 5 000 00; dan
(6) akal budi seperti dalam kalimat,
badannya besar tetapi kepalanya kosong.
Parera, (2004:81) mengatakan polisemi
ialah suatu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi
masih ada hubungan atau kaitan antara makna-makna yang berlainan. misalnya;
kata kepala dapat bermakna 'kepala manusia, kepala jawatan, kepala sarung'.
dari beberapa pendapat ahli di atas, disimpulkan bahwa makna polisemi adalah
bentuk kata yang memiliki makna ganda yang saling berhungan dan berkaitan meski
sedikit, baik berupa makna sebenarnya (denotasi) maupun kiasan (konotasi). Pada
dasarnya setiap kata hanya memiliki satu makna, yakni yang disebut makna
leksikal atau makna yang sesuai dengan referennya. umpamanya makna leksikal
dari kata kepala di atas adalah ’bagian dari tubuh manusia atau hewan dari
leher ke atas’ makna leksikal ini sesuai dengan referennya (lazim disebut orang
makna dasar, atau makna sebenarnya) memiliki banyak unsur atau komponen makna.
Dalam polisemi, makna ganda itu, pada
umumnya masih mempunyai hubungan atau kaitan makna yaitu antara makna dasar
dengan makna barunya. kata yang memiliki makna ganda atau polisemi karena kata
itu dimasukkan kedalam konteks kalimat. Sebelum sebuah kata dimasukkan kedalam
konteks, baik konteks tekstual maupun konteks situasional, kata itu hanya
memiliki satu makna, dan kemudian memiliki makna baru setelah digunakan kedalam
konteks kalimat. dengan kata lain, sebuah bentuk (kata) hanya memiliki satu
makna (makna denotatif) secara terpisah dari konteks. timbulnya makna-makna,
baik makna asosiatif, makna konotatif, makna stilistik dan makna yang lain,
inilah yang mengakibatkan terjadinya polisemi terhadap sebuah bentuk (kata)
tersebut. Seperti kata kepala yang memiliki makna denotatif 'bagian tubuh
manusia dari leher ke atas' akan tetapi, setelah bentuk (kata) itu dimasukkan
ke dalam konteks yang lain dalam bentuk kebahasaan, maka bentuk (kata) tersebut
akan memiliki makna yang berbeda-beda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
II, misalnya, kata babak memiliki tiga makna, yaitu
(1) bagian
besar dari suatu drama atau lakon (terdiri atas beberapa adegan seperti dalam
pertunjukan drama itu
tiga babak;
(2)
bagian dari suatu keseluruhan proses
kejadian atau peristiwa seperti dalam kalimat babak
permulaan perundingan
kedua negara yang bersengketa atau akan diadakan dinegara ketiga;
(3)
bagian permainan yang tertentu waktunya;
misalnya, bentuk ronde seperti dalam kalimat
pertandingan tinju itu
berlangsung dua belas ronde.
Berdasarkan contoh, polisemi itu. dapat
di lihat dengan jelas dalam konteks pemakaian kalimat. Secara terpisah,
misalnya kata babak, itu hanya memiliki satu makna dasar atau makna denotatif
yaitu 'bagian dari sesuatu yang lebih besar'. Sebuah kata dikatakan bersifat
polisemi apabila makna dari kata tersebut tetap tercakup dalam sebuah makna
konseptual yang sama atau pada dasarnya pemakaian sebuah kata dalam konteks
yang berbeda-beda sehingga makna yang berbeda itu tetap mempertahankan ciri
makna pokok atau arti konsep kata itu.
2.2 Bentuk Kata
Polisemi
Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari
kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. dari segi bentuknya
kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu kata yang berbentuk tunggal dan kata
yang berbentuk turunan atau kompleks. Berdasarkan bentuknya, polisemi dapat
dibedakan menjadi dua bentuk:
1. Polisemi
Berbentuk Kata Dasar
Polisemi berbentuk kata dasar merupakan polisemi
yang berupa morfem bebas dan tidak mengalami proses afiksasi, reduplikasi dan
gabungan proses. diantaranya diberikan contoh: kata kepala dalam bahasa
Indonesia memiliki makna:
(a) bagian dari tubuh dari leher ke atas;
(b) bagian dari sesuatu yang terletak di sebelah
atas atau depan dan merupakan hal
yang
paling penting seperti kepala suku, kepala kereta api;
(c) bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat seperti
: kepala paku, kepala jarum;
(d) pemimpin atau ketua, seperti kepala sekolah,
kepala kantor, kepala stasiun;
(e) jiwa atau orang seperti dalam kalimat setiap kepala
menerima Rp 5 000 00; dan
(f) akal budi seperti dalam kalimat, badannya besar
tetapi kepalanya kosong, dan kata
jatuh yang memiliki makna konseptul
’meluncur kebawah dengan cepat’ yang
kemudian
mengalami perluasan pemakaian seperti:
(a) jatuh
cinta yang bermakna ‘menaruh hati kepada’,
(b) jatuh
harga ‘turun harga’
(c) jatuh dalam waktu ujian yang bermakna
‘gagal dalam ujian’.
2. Polisemi Berbentuk Kata Turunan
Polisemi
berbentuk kata turunan adalah polisemi yang berbentuk kata turunan atau sudah
mengalami proses afiksasi, reduplikasi dan gabungan proses. di dalam bahasa
bali ditemukan polisemi berbentuk kata turunan seperti: kata mencetak.pada
mulanya hanya digunakan pada bidang penerbitan buku, majalah, atau koran.
tetapi kemudian maknanya menjadi meluas seperti tampak pada kalimat-kalimat
berikut: -Persija tidak berhasil mencetak gol. -Pemerintah akan mencetak
sawah-sawah baru. -Kabarnya dokter akan mencetak uang dengan mudah. Pada
kalimat pertama kata mencetak berarti ‘membuat’ atau ’menghasilkan’; pada
kalimat ang kedua berarti ‘membuat’ dan pada kalimat yang ketiga berarti
‘memperoleh, mencari, mengumpulkan, dan menghasilkan’ (chaer, 1995;142). 2.2.3
Kategori Kata Polisemi Kridalaksana (1994:51), mengatakan bahwa kata dasar
ialah berupa morfem bebas. dan kata turunan ialah kata yang mengalami afiksasi,
reduplikasi, gabungan proses, atau berupa paduan leksem. selanjutnya, peneliti
menggunakan istilah kata kompleks untuk menghindari perbedaan tafsiran. Ramlan
(1991:58) membaginya menjadi dua belas kelas yaitu: kata verbal, nomina,
keterangan, tambah, bilangan, penyukat, sandang, tanya, suruh, penghubung,
depan dan seru.
Alwi
(2003) membagi kata dalam empat kelompok yaitu:
(1).Verba (kata kerja), yaitu kata yang
berfungsi sebagai predikat dalam tataran
klausa
atau kalimat, misalnya, mandi, makan.
(2).Nomina
(kata benda), yaitu kata yang mengacu kepada manusia, binatang, benda,
konsep
atau pengertian. misalnya, pedagang, kucing, meja dan ilmu.
(3).Adjektiva
(kata sifat), yaitu: kata yang dapat bergabung dengan partikel tidak,
sekali,
sangat seperti tidak enak, tidak baik; kata yang dapat mendampingi nomina
seperti:
perempuan cantik, anak baik; kata yang dapat didampingi partikel sekali,
seperti:
cantik sekali, baik sekali;
(4).
Adverbia (kata keterangan), Selain empat kategori itu, dalam bahasa Indonesia
dikenal
pula satu kelompok lain yang disebut kata tugas. kelompok kata tugas ini
adalah
preposisi (kata depan), konjungtor (kata sambung), dan partikel.
Dari
uraian pendapat para ahli di atas, mengenai kelas kata atau kategori kata
penulis menggunakan pendapat Alwi dalam penelitian ini .
2.3 Perubahan Makna
Perubahan makna dalam Bahasa Indonesia
dapat disebabkan oleh dua faktor umum, yaitu
(1) faktor linguistik dan
(2) faktor non-linguistik.
Yang dimaksud dengan faktor linguistik
adalah faktor kebahasaan yang mengakibatkan perubahan makna. Jadi, suatu kata
berubah maknanya karena mengalami proses kebahasaan, seperti proses pengimbuhan
(afiksasi) dan penggabungan (komposisi).
faktor non-linguistik adalah faktor
non-kebahasaan yang mengakibatkan perubahan makna, faktor ini meliputi:
(1) perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi,
(2) perkembangan sosial dan budaya,
(3) perbedaan bidang pemakaian,
(4) adanya asosiasi,
(5) pertukaran tanggapan indra, dan
(6) perbedaan tanggapan pemakainya,
(7) adanya penyingkatan.
(8) proses gramatikal
(9) pengembangan istilah
(Chaer,1995:131-140).
Kata-kata dalam bahasa Indonesia dapat
mengalami perubahan makna, di antaranya: berupa perluasan, penyempitan,
penghalusan, dan pengasaran makna.
(1) perluasan
makna adalah perubahan makna kata dari yang lebih khusus/sempit ke
makna yang lebih umum/luas. jadi, cakupan makna
baru/sekarang lebih luas daripada makna semula.
(2) penyempitan
makna adalah perubahan makna kata dari yang lebih umum/luas
menjadi makna yang lebih khusus/sempit.
(3) makna
suatu kata kadang kala dirasakan kurang pantas/halus, kemudian timbullah
bentuk kata dengan makna yang lebih halus untuk
menggantikan kata tersebut. proses ini disebut penghalusan makna. kebalikan
dari penghalusan makna adalah pengasaran makna. orang yang marah cenderung
menggunakan kata-kata yang maknanya lebih kasar/rendah daripada kata yang
bermakna halus/tinggi.
(4) pengasaran
makna, yaitu mengganti kata yang bermakna halus tinggi dengan kata
yang bermakna kasar/rendah.
2.4 Penyebab Perubahan Makna
Polisemi
Berdasarkan pemakaiannya, bahasa
mengalami perkembangan, pergeseran, atau perubahan makna yang terjadi secara
(1) meluas,
yakni bila suatu bentuk kebahasaan mengalami
berbagai penambahan makna yang keseluruhannya digunakan secara umum, misalnya:
kata menarik yang semula berkaitan dengan tali, maknanya meluas sehingga
diartikan cantik, cakap, simpatik, menyenangkan, baik, maupun menjadikan
anggota.
(2) menyempit,
yakni apabila makna suatu kata semakin memiliki
spesifikasi ataupun spesialisasi, misalnya kata guru pada mulanya diartikan
pembimbing rohani, pengajar silat, sehingga dikenal pula kata peguron akhirnya
memiliki pengertian khusus pengajar di sekolah sebagai salah satu bidang
profesi. makna kata juga dapat mengalami pergeseran atau perubahan akibat
adanya sikap dan penilaian tertentu masyarakat pemakainya.
Dalam
hal ini makna dapat mengalami
(1) peyorasi
yakni apabila makna suatu kata akhirnya dianggap memiliki nilai rendah
atau memiliki konotasi negatif. Misalnya kata ngamar
semula mengandung makna berada di kamar, tetapi akhirnya dapat mengandung
pengertian negatif sehingga pemakainnya pun berusaha di hindari.
(2) ameliorasi,
yakni bila suatu kata memiliki makna yang memiliki nilai maupun
konotasi lebih baik dari makna sebelumnya. kata yang
mengalami ameliorasi. misalnya, kata gambaran yang semula hanya mengandung
makna hasil kegiatan menggambar dengan masuknya kata abstraksi kata gambaran
dapat mengandung pengertian pembayangan secara imajinatif, kata wanita yang
lebih dekat dengan bentuk betina akhirnya memiliki nilai lebih baik dari pada
perempuan, (Aminuddin,2001:130).
2.5
Penyebab Polisemi
Dalam
pemakaian bahasa, polisemi itu timbul disebabkan oleh beberapa bagian berikut:
1. Perluasan
Pemakaian
Perluasan
pemakaian sebuah kata pada mulanya digunakan untuk satu kontekstual tertentu,
tetapi kata itu kemudian mengalami perluasan pemakaian pada konteks lain.
misalnya: kata jatuh yang memiliki makna konseptul ’meluncur kebawah dengan
cepat’ yang kemudian mengalami parluasan pemakaian seperti:
(1)
jatuh cinta yang bermakna ‘menaruh hati kepada’,
(2)
jatuh harga ‘turun harga’
(3)
jatuh dalam waktu ujian ‘gagal dalam ujian’.
2. Pemakaian
Khas
Pada Suatu Lingkungan Masyarakat Arti
yang berbeda dari sebuah kata timbul karena dipakai oleh lingkungan masyarakat
yang berbeda. perbedaannya dengan faktor pertama ialah faktor kedua itu
ditekankan pada lingkungan masyarakat pemakainya, sedangkan faktor pertama
ditekankan pada bidang pemakaian. misalnya, kata operasi pada bidang kedokteran
yang bermakna ‘pekerjaan membedah bagian tubuh untuk menyelamatkan nyawa’ pada
bidang militer kata operasi bermakna ‘kegiatan untuk melumpuhkan musuh atau
memberantas kejahatan’ sedangkan bagi departemen tenaga kerja kata operasi
bermakna ‘salah satu kegiatan yang akan atau sedang dilaksanakan’.
3. Pemakaian
Kiasan
Faktor
yang ketiga, yang menyebabkan polisemi adalah pemakaian kata untuk makna
kiasan. Sebuah kata digunakan dengan makna kiasan karena pemakai bahasa ingin
membandingkan, mengibaratkan, atau memisahkan suatu kejadian tertentu dengan
kejadian lain. misalnya: kata bunga yang arti konseptualnya ‘bagian tumbuhan
yang bakal buah (warnanya indah dan beragam). namun, bentuk kata tersebut
dijadikan sebagai kiasan seperti pada kata:
(1) bunga bibir ‘kata-kata manis’
(2) bunga hati ‘orang yang sangat
disayangi’
(3) bunga uang ‘keuntungan dari meminjam
dan menabung uang’
(4) bunga kehidupan ‘kesenangan hidup’.
4. Pemberdayaan
Bahasa
Faktor lain yang menyebabkan polisemi
adalah pemberdayaan sebuah kata pada beberapa konteks berdasarkan pada makna
dasarnya atau tetap berhubungan makna dengan konseptualnya.terbatasnya kata
untuk mengungkapkan banyak hal mengakibatkan sebuah kata perlu digunakan untuk
beberapa konteks sehingga pada gilirannya mengakibatkan kata itu memiliki
banyak makna. Pada hakikatnya, polisemi atau sebuah kata yang mempunyai makna
ganda memberikan peluang bagi pemakai bahasa untuk berbahsa secara lebih kaya,
lebih cermat, lebih bervariasi dengan tidak menimbulkan hambatan-hambatan dalam
berkomunikasi. juga mendukung keperluan berbahasa karena
pertimbangan-pertimbangan sosio-kultur tertentu.
2.6 Contoh Polisemi
Dalam bahasa
indonesia, dijumpai kata-kata yang menanggung beban makna yang begitu banyak.
Contohnya adalah kata kepala.
Makna dasar kepala
adalah bagian tubuh di atas leher, tempat otak dan pusat jarngan saraf. kepala
merupakan bagian badan yang sangat penting dibandingkan dengan beberapa bagian
anggota badan manusia lainnya. Selain berarti bagian tubuh yang penting itu,
kepala digunakan dalam konteks pemakaian lainnya. inilah beberapa di antaranya.
a. Bagian benda
setelah atas atau bagian depan, contoh: kepala tongkat dan kepala surat.
b. Pemimpin atau ketua,
contoh: kepala kantor, kepala pasukan, dan kepala daerah.
c. Sebagai kiasan
atau ungkapa, contoh: kepala udang, kepala dua, dan besar kepala.
Pemakaian kata kepala pada
ketiga konteks pemakaian tersebut tidaklah menimbulkan makna yang sama sekali
baru. Makna-makna tersebut masih memiliki satu kesamaan. Makna kepala dalam hal
ini merupakan ’bagian yang memiliki kedudukan yang sangat penting’.
Perhatikan
contoh-contoh kata berpolisemi lainnya dalam kalimat-kalimat berikut!
1. a. Nenek dibawa ke dokter
karena sakit.
b.
Bangsa ini sedang sakit.
c. Dedi
sakit hati karena dihianati teman dekatnya.
\
2. a. Direncanakannya ayah akan
naik pesawat malam ini.
b.
Diharapkan kakak tidak lama lagi dapat naik pangkat.
c.
Sherina adalah artis cilik yang sedang naik daun.
3. a. Didik jatuh dari sepeda.
b. Harga gabah jatuh. ‘merosot’
c. Setiba di rumah dia jatuh sakit. ‘menjadi’
d. Dia jatuh dalam ujian. ‘gagal’
Polisemi adalah menyangkut masalah kegandaan makna yang
kadangkala bisa membingungkan pemakai bahas, tetapi justru tidak memperoleh
tempat yang wajar dalam pengajaran. kegandaan makna itu bisa muncul dengan
berbagai cara.
01. Kegandaan makna
dalam bahasa lisan dapat diakibatkan oleh struktur fonetik kalimat karena
satuan akustik struktur yang bertali temali adalah satuan helaan nafas.
contohnya ban tuan dalam ucapan bisa menyatu dalam helaan nafas menjadi dan
karena berhomonim dengan bantuan jika tidak demikian, maka kemungkinan lain
terjadi: dua buah kata yang terus menerus diucapkan dalam satuan helaan nafas
akan menjadi sebuah kata misalnya asbak artinya secara lisan akan terjadi
kegandaan makna atau polisemi karena variasi intonasi yang dilakukan pembicara.
02. Faktor
gramatikal, bentik gramatikal pemukul bisa berarti alat untuk mengukur atau
orang yang memukul. sebuah frase juga bisa menyebabkan kegandaan makna meskipun
kata-kata pendukung frase itu secara individual tidak menimbulkan kegandaan
misalnya orang tua bisa berarti orang yang tua atau bapak dan ibu.demikian juga
pada kalimat siswa sedang membaca buku sejarah baru. kalimat ini mengandung
ketaksaan makna, disatu sisi dapat dipahami bahwa yang dibaca siswa tersebut
buku sejarah yang baru dibelinya, artinya yang baru pada kalimat tersebut
adalah bukunya. disisi lain arti yang baru disini adalah sejarahnya bukan
bukunya.
03. Faktor
leksikal, bentuknya bisa polisemi atau homonim. Sumbernya bisa
bermacam-macam yaitu:
1) Sebuah kata
yang mengalami perubahan akan memperoleh makna baru contohnya kata makan yang
semula hanya untuk manusia dan binatang. namun sekarang kata tersebut bisa
dipakai pada benda yang tak bernyawa bahkan yang tidak mempunyai mulut.
contohnya jarinya termakan mesin.
2)
Sebuah kata akan mempunyai makna ganda
jika dipakai dalam lingkungan sosial yang berbeda. bagi seorang dokter kata
operasi menghadirkan dalam benaknya hal-hal sepert penyakit, pisau, ruang
bedah, menjahit kulit atau daging, tetapi bagi lingkungan militer kata tersebut
selalu disangkutkan dengan hal-hal seperti musuh, serangan, tembak menembak.
3)
Bahasa figuratif, terutama yang
menyangkut metafora juga besar peranannya dalam polisemi misalnya kata mata,
makna sentralnya sebagai makna penglihat namun pada kata mata pisau,
orang indonesia mengartikannya sebagai ketajaman alat itu.
4) Pengaruh asing
juga bisa menumbuhkan polisemi. apa yang disebut peminjaman makna (semantik
borrowing) memang sudah lama kita kenal dalam bahasa kita.contohnya kata
butir yang biasa dipakai sebagai penolong bilangan untuk barang yang bulat atau
kecil, sekarang dipakai untuk mengganti kata item yang jelas tidak ada
kaitannya dengan unsur bulat atau kecil.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam
polisemi, makna ganda itu, pada umumnya masih mempunyai hubungan atau kaitan
makna yaitu antara makna dasar dengan makna barunya. kata yang memiliki makna
ganda atau polisemi karena kata itu dimasukkan kedalam konteks kalimat. Sebelum
sebuah kata dimasukkan kedalam konteks, baik konteks tekstual maupun konteks
situasional, kata itu hanya memiliki satu makna, dan kemudian memiliki makna
baru setelah digunakan kedalam konteks kalimat.
Polisemi
sering juga diartikan sebagai satuan bahasa ( terutama kata, bisa juga frase)
yang memiliki makna lebih dari satu (Chaer,2001:101)
3.2 Saran
Agar pembaca
dapat memahami pengertian Polisemi, dan lebih memahami Pembahasan tentang
Polisemi lebih banyak lagi. Selain itu dapat menambah wawasan bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Kosasih, E. 2008. Ketatabahasaan dan kesusastraan. Bandung: CV.
Yrama Widya.
Mukhtar, Khalil dkk. 2006. Semantik. Pekanbaru: Cendikia Insani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar