Kamis, 17 Juli 2014

Makalah Kerusakan Hutan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Sumber daya alam merupakan sesuatu yang terdapat di muka bumi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini tidak jauh berbeda dengan sumber daya hutan. Sumber daya hutan merupakan segala sesuatu yang terdapat di hutan yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya hutan sangat bersifat dinamis berubah dari waktu ke waktu, dari tempat satu ke tempat yang lain.seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia. Sumber daya hutan bersifat dapat diperbaharui. Sumber daya hutan harus dilestarikan mulai dari sekarang, karena jika sumber daya hutan tidak dilestarikan. Kelestarian alam akan terganggu. Hutan mempunyai banyak fungsi, Indonesia adalah salah satu negara dengan sumber daya hutan terbesar di dunia. Banyak sekali spesies tanaman yang terdapat di dalam hutan Indonesia.
            Hutan merupakan sumberdaya yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.
            Banyak Akibat negatif dari kerusakan hutan, misalnya polusi udara akibat dari kebakaran hutan, asap yang ditimbulkan mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara, perubahan iklim mikro maupun global, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, menurunnya keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, kerusakan hutan harus segera ditangani secara serius.

1.2 Identifikasi Masalah

      Dalam konteks penyelamatan hutan nasional, diperlukan kepedulian berbagai stakeholders (pihak-pihak terkait), untuk duduk bersama dan mempertimbangkan nasib masa depan hutan yang tersisa saat ini karena permasalahan utama dari kerusakan hutan di Indonesia sangat kompleks, dengan rinciannya sebagai berikut:
1.      Rendahnya kesadaran masyarakat umum akan pentingnya arti hutan bagi kehidupan sehari-hari. Hutan tidak hanya menghasilkan oksigen yang penting bagi manusia, tapi juga menguraikan CO2 di udara untuk mencegah pemanasan suhu bumi yang dapat mengancam kehidupan manusia, menjaga keseimbangan air tanah, memberikan kehidupan bagi fauna di dalamnya, dan memberikan manfaat ekonomi bagi manusia itu sendiri.
2.     Terlalu tingginya permintaan pasar akan pasokan kayu untuk industri kertas, tisu toilet, dan bahan-bahan material lainnya. Padahal, hutan tidak bisa dibuat seperti halnya zat kimia sintesis butuh waktu dan proses yang lama untuk membentuk suatu kawasan hutan. 
3.     Lemahnya regulasi dan aparat yang mengawalnya, dengan kata lain hutan menjadi objek yang dapat dijual-belikan dengan mudah, tanpa menghiraukan prosedur perlindungan hutan. 

1.3 Tujuan

1.         Untuk mengetahui kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia.
2.         Untuk mendapatkan solusi bagaimana mengurangi kerusakan hutan.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Hutan

                  Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
                  Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
                  Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.


2.2  Macam-macam Jenis Hutan

Berikut di bawah ini adalah pembagian macam-macam / jenis-jenis hutan disertai arti definisi dan pengertian :
1.      Hutan Bakau
Hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai berlumpur. Contoh : pantai timur kalimantan, pantai selatan cilacap, dll.
2.      Hutan Sabana
Hutan sabana adalah hutan padang rumput yang luas dengan jumlah pohon yang sangat sedikit dengan curah hujan yang rendah. Contoh : Nusa tenggara.
3.      Hutan Rawa
Hutan rawa adalah hutan yang berada di daerah berawa dengan tumbuhan nipah tumbuh di hutan rawa. Contoh : Papua selatan, Kalimantan, dsb.

4.      Hutan Hujan Tropis
Hutan hujan tropis adalah hutan lebat / hutan rimba belantara yang tumbuh di sekitar garis khatulistiwa / ukuator yang memiliki curah turun hujan yang sangat tinggi. Hutan jenis yang satu ini memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, bertanah subur, humus tinggi dan basah serta sulit untuk dimasuki oleh manusia. Hutan ini sangat disukai pembalak hutan liar dan juga pembalak legal jahat yang senang merusak hutan dan merugikan negara trilyunan rupiah. Contoh : hutan kalimantan, hutan sumatera, dsb.

5.      Hutan Musim
Hutan musim adalah hutan dengan curah hujan tinggi namun punya periode musim kemarau yang panjang yang menggugurkan daun di kala kemarau menyelimuti hutan.

Di samping itu hutan terbagi / dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu :

1. Hutan Wisata
Hutan wisata adalah hutan yang dijadikan suaka alam yang ditujukan untuk melindungi tumbuh-tumbuhan serta hewan / binatang langka agar tidak musnah / punah di masa depan. Hutan suaka alam dilarang untuk ditebang dan diganggu dialih fungsi sebagai buka hutan. Biasanya hutan wisata menjadi tempat rekreasi orang dan tempat penelitian.

2.       Hutan Cadangan
Hutan cadangan merupakan hutan yang dijadikan sebagai lahan pertanian dan pemukiman penduduk. Di pulau jawa terdapat sekitar 20 juta hektar hutan cadangan.

3.      Hutan Lindung
Hutan lindung adalah hutan yang difungsikan sebagai penjaga ketaraturan air dalam tanah (fungsi hidrolisis), menjaga tanah agar tidak terjadi erosi serta untuk mengatur iklim (fungsi klimatologis) sebagai penanggulang pencematan udara seperti C02 (karbon dioksida) dan C0 (karbon monoksida). Hutan lindung sangat dilindungi dari perusakan penebangan hutan membabibuta yang umumnya terdapat di sekitar lereng dan bibir pantai.

4.      Hutan Produksi / Hutan Industri
Hutan produksi yaitu adalah hutan yang dapat dikelola untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Hutan produksi dapat dikategorikan menjadi dua golongan yakni hutan rimba dan hutan budidaya. Hutan rimba adalah hutan yang alami sedangkan hutan budidaya adalah hutan yang sengaja dikelola manusia yang biasanya terdiri dari satu jenis tanaman saja. Hutan rimba yang diusahakan manusia harus menebang pohon denga sistem tebang pilih dengan memilih pohon yang cukup umur dan ukuran saja agar yang masih kecil tidak ikut rusak.

2.3 Peran Hutan Terhadap Lingkungan
               Hutan bukanlah warisan nenek moyang, tetapi pinjaman anak cucu kita yang harus dilestarikan. Jika terjadi bencana, maka dipastikan, biaya 'recovery' jauh lebih besar ketimbang melakukan pencegahan secara dini. Begitu pentingnya fungsi hutan sehingga pada 21 Januari 2004 Presiden Megawati merasa perlu mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) yaitu gerakan moral yang melibatkan semua komponen masyarakat bangsa untuk memperbaiki kondisi hutan dan lahan kritis. Dengan harapan, agar lahan kritis itu dapat berfungsi optimal, yang juga pada gilirannya bermanfaat bagi masyarakat sendiri. Tujuan melibatkan komponen masyarakat, tentu saja, agar mereka menyadari bahwa hutan dan lingkungan itu sangat penting dijaga kelestariannya. Hutan memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan manusia diantaranya sebagai berikut :

1. Pelestarian Plasma Nutfah

Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati.


2. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara

Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara menjadi lebih bersih dan sehat.

2.4  PENYEBAB KERUSAKAN HUTAN
1. Kebakaran Hutan
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:
a.       Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.
b.      Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) ntuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
c.       Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.
Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun (Dove, 1988). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya sebagai kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di kawasan HPH.

Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.
 
Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.

2.  Penebangan hutan secara sembarangan
Menebang hutan sembarangan akan menyebabkan hutan menjadi gundul. Ditambah lagi akhir-akhir ini penebangan hutan liar semakin marak terjadi,

3.  Penegakan Hukum yang Lemah

Menteri Kehutanan Republik Indonesia M.S.Kaban SE.MSi menyebutkan bahwa lemahnya penegakan hukum di Indonesia telah turut memperparah kerusakan hutan Indonesia. Menurut Kaban penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku di lapangan saja. Biasanya mereka hanya orang-orang upahan yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan dan bukan orang yang paling bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan paling bertanggungjawab sering belum disentuh hukum. Mereka biasanya mempunyai modal yang besar dan memiliki jaringan kepada penguasa. Kejahatan seperti ini sering juga melibatkan aparat pemerintahan yang berwenang dan seharusnya menjadi benteng pertahanan untuk menjaga kelestarian hutan seperti polisi kehutanan dan dinas kehutanan.
Keadaan ini sering menimbulkan tidak adanya koordinasi yang maksimal baik diantara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sehingga banyak kasus yang tidak dapat diungkap dan penegakan hukum menjadi sangat lemah.

4.  Mentalitas Manusia.
Manusia sering memposisikan dirinya sebagai pihak yang memiliki otonomi untuk menyusun blue print dalam perencanaan dan pengelolaan hutan, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun untuk anak cucunya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena manusia sering menganggap dirinya sebagai ciptaan yang lebih sempurna dari yang lainnya. Pemikiran antrhroposentris seperti ini menjadikan manusia sebagai pusat. Bahkan posisi seperti ini sering ditafsirkan memberi lisensi kepada manusia untuk “menguasai” hutan. Karena manusia memposisikan dirinya sebagai pihak yang dominan, maka keputusan dan tindakan yang dilaksanakanpun sering lebih banyak di dominasi untuk kepentingan manusia dan sering hanya memikirkan kepentingan sekarang daripada masa yang akan datang. Akhirnya hutanpun dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang dapat dimanfaatkan dengan sesuka hati. Masyarakat biasa melakukan pembukaan hutan dengan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan sebagai lahan pertanian. Kalangan pengusaha menjadikan hutan sebagai lahan perkebunan atau penambangan dengan alasan
untuk pembangunan serta menampung tenaga kerja yang akan mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara pengelolaan yang exploitative yang akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi pemerintahan mentalitas demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak serius untuk menegakkan hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di dalamnya.

2.5 Kerusakan Hutan di Tulungagung
Area hutan seluas 25.000 hektar di utara dan selatan Tulungagung rusak parah. Kerusahakan dialibatkan oleh ilegal logging dan aktivitas galian C. Demikian diungkapkan Direktur Pusat Pelatihan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi Tulungagung, Mohamad Ichwan Mustofa. Kerusahakan ini sudah mengkhawatirkan, sebab secara total luas hutan di utara dan selatan Tulungagung hanya 40.000 hektar. “Kalau diprosentase, 50 persen lebih luas hutan yang mengalami kerusakan,” ungkapnya. Data tersebut dikeluarkan PPLH Mangkubumi, setelah peneltian selama tahun 2009. Kerusakan signifikan, menurut Ichwan, diakibatkan ilegal logging yang terjadi secara masif. Penebangan liar ini dilakukan oleh perorangan, maupun kawanan yang terorganisir. Bahkan, lanjut Ichwan, para pelaku sudah menjadi sindikasi yang melibatkan banyak pihak. “Kami kecewa dengan pemerintah yang tidak tegas pada mafia ilegal logging. Pemerintah harus tegas dan berani memenjarakan penjarah dan mafia hutan,” ujar Ichwan. Selain itu ada kegiatan galin C berupa penambangan batu dan tanah, yang turut menyumbang kerusakan hutan. Penambangan yang dilakukan masyarakat, lambat laun turut merusak ekosistem di hutan. selain itu, masih ada masyarakat yang membabat hutan untuk lahan pertanian. “Alih fungsi lahan oleh masyarakat harus dihentikan juga,” tambah Ichwan. Sebagai solusi, PPLH Mangkubumi mendesak perhutani segera melakukan konservasi lahan kritis. Konservasi harus dilakukan dengan bermitra dengan masyarakat setempat dan Pemkab Tulungagung. Sehingga masyarakat mempunyai tanggung jawab dan kesadaran menjaga kelestarian hutan.15 km dari kecamatan Rejotangan kearah barat selatan sentra pertambangan marmer berada, tepatnya di kec. Besuki dan Campurdarat. Bangunan-bangunan raksasa menghiasai pinggiran hutan, bising raungan mesin, lalu lalang truk pengangkut marmer menjadi pemandangan sehari-hari. Ibu-ibu bergerumun di gedung-gedung tempat pembuatan pernak-pernik dari marmer, bapak-bapak bergelut dengan batu-batu putih itu sepanjang waktu.
Marmer yang ditambang dari gunung-gunung dengan mengorbankan hutan-hutan ini, tidak hanya dipasaran Indonesia namun juga ekspor ke Asia, Eropa dan Amerika. Dalam show room yang ada dipinggir -pinggir jalan, dapat terlihat pernik mulai dari asbak, patung sampai bath up (tempat berendam yang biasa di hotel-hotel).
Di gubuk pinggiran hutan tinggal sebuah keluarga dengan tiga orang anak, “ya beginilah kami mas, tiap hari ke pabrik buat bekerja. Tapi dari dulu tetep gini – gini aja”. Tutur bapak berkulit pekat dan guratan – guratan tebal di keningnya ini.

Rumah keluarga ini sangatlah sederhana, anak yang pertama telah lulus STM dan kini membantu bapaknya di pertambangan marmer. Dua adik perempuanya masih duduk di bangku SMP dan SD. Sekolah tidak jauh dari rumah, saat musim hujan turun mereka memerlukan waktu yang lebih lama untuk sampai ke tempat menimba ilmu, walet atau lumpur yang turun dari gunung terbawa air hujan menggenangi jalan, yang juga akses menuju ke pantai dan pelabuhan ikan popoh indah, bahkan walet masuk kerumah bila hujan lebat datang.
Beberapa tahun yang lalu saat aku masih di bangku SMP sering sekali bersepeda menuju ke pantai, saat liburan datang bersama kawan – kawan. “dari dulu memang kayak gini keadaanya saat musim hujan datang”. Namun dulu hanya menggenang beberapa sentimeter saja, tapi sekarang bisa mencapai setengah meter. Pepohonan besar yang dulu berjajar mengiringi perjalan kamipun, sudah menjadi ladang dan beberapa menjadi pabrik – pabrik pengolah marmer.
Dari 40.000 hektar lebih hutan Tulungagung, 25.000 hektar lebih gundul, dan sisanya rusak dan hanya ada sebagian yang masih terjaga. Itupun peran serta masyarakat adat penghuni hutan.
Ditengah kerusakan hutan yang parah ini pemerintah justru alokasi APBD 2010 kab Tulungagung untuk hutan hanya 0,03% atau dibawah tiga ratus juta dari total anggaran satu triliyun lebih, bandingkan dengan pengadaan mobil ddinas yang menghabiskan anggaran sampai enam milyar. Ketika ditanyakan kepada DPRD tentang hal ini mereka malah menjawab “hutan itu tanggung jawab perum perhutani bukan menjadi kewenangan kami”. Padahal apabila terjadi bencana pada warganya pemerintah juga yang selalu repot.

Seperti yang terjadi di kecamatan Sendang beberapa waktu yang lalu, tanah lonsor yang telah merenggut beberapa nyawapun di cover oleh PEMKAB. Perhutanipun seolah-olah menutup matanya pada kejadian itu.
Ketidaksenergisan antara berbagai steak holder juga menambah penderitaan hutan di tulungagung. Tatkala kepentingan-kepentingan yang telah memfokuskan pada isi perut membuat kita semakin terperanga, menatap sedih ke hadapan alam. Saat aku berkomunikasi dengan beberapa oknum yang terkait dengan hutan, mulai dari PERUM PERHUTANI, PEMKAB dan lain-lain, mereka hanya saling lempar dalam penanggulangan dampak.
Dampak kerusakan telah dirasakan bersama hingga beberapa kelompok dalam masyarakat tergerak untuk menyelamatkan lingkungan yang semakin lama semakin menjadi ini. Di pagi itu saat aku mencoba menghilangkan penat dengan berjalan-jalan ke sebuah telaga yang masih perawan di Sawo Campurdarat, aku melihat sesosok tua, kerut kening telah dan lebam kulit menyelimuti tubuh yang tak muda lagi, sedang membersihkan semak-semak disekitar pohon trembesi yang tingginya masih satu setengah meteran.
Sayangnya keteguhan hati dan semangat para aktifis lingkungan, kurang mendapat apresiasi yang konkret dari pemerintah. Justru apresiasi datang dari kaum muda khususnya yang tergabung dalam pecinta alam ataupun dari NGO (LSM) lingkungan yang turut member support baik moril maupun materil. Hal ini terlihat dari proses pelaksanaan konservasi yang sering dilakukan oleh masyarakat. Perencanaan sering tidak diikuti oleh pemerintah maupun perhutani namun apabila terjadi suatu hal sering terjadi suatu tindakan yang menghambat proses konservasi yang sedang berlangsung.
“Tuhan telah menciptakan hutan untuk manusia dan seyogyanya kita bersahabat dengan mereka” dan “usaha berlebih untuk memaksimalkan hasil hutan malah akan beerbuah bencana dan sengketa”. Dan marilah kita bersama-sama berfikir dan bertindak “untuk keadilan lingkungan dan masa depan bumi kita
2.6 AKIBAT KERUSAKAN HUTAN
Kerusakan hutan akan menimbulkan beberapa dampak negatif yang besar di bumi:

1.Efek Rumah Kaca (Green house effect).
Hutan merupakan paru-paru bumi yang mempunyai fungsi mengabsorsi gas Co2. Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (minyak, batubara dll) akan menyebabkan kenaikan gas Co2 di atmosfer yang menyelebungi bumi. Gas ini makin lama akan semakin banyak, yang akhirnya membentuk satu lapisan yang mempunyai sifat seperti kaca yang mampu meneruskan pancaran sinar matahari yang berupa energi cahaya ke permukaan bumi, tetapi tidak dapat dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan bumi. Akibatnya energi panas akan dipantulkan kembali kepermukaan bumi oleh lapisan Co2 tersebut, sehingga terjadi pemanasan di permukaan bumi. Inilah yang disebut efek rumah kaca. Keadaan ini menimbulkan kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya. Kalau ini berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin meningkat, sehingga gumpalan es di kutub utara dan selatan akan mencair. Hal ini akhirnya akan berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga beberapa kota dan wilayah di pinggir pantai akan terbenam air, sementara daerah yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin kering.
2.Kerusakan Lapisan Ozon
Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi berfungsi menahan radiasi sinar ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan di bumi. Di tengah-tengah kerusakan hutan, meningkatnya zat-zat kimia di bumi akan dapat menimbulkan rusaknya lapisan ozon. Kerusakan itu akan menimbulkan lubang-lubang pada lapisan ozon yang makin lama dapat semakin bertambah besar. Melalui lubang-lubang itu sinar ultraviolet akan menembus sampai ke bumi, sehingga dapat menyebabkan kanker kulit dan kerusakan pada tanaman-tanaman di bumi.

3.Kepunahan Species
Hutan di Indonesia dikenal dengan keanekaragaman hayati di dalamnya. Dengan rusaknya hutan sudah pasti keanekaragaman ini tidak lagi dapat dipertahankan bahkan akan mengalami kepunahan. Dalam peringatan Hari Keragaman Hayati Sedunia dua tahun yang lalu Departemen Kehutanan mengumumkan bahwa setiap harinya Indonesia kehilangan satu species (punah) dan kehilangan hampir 70% habitat alami pada sepuluh
tahun terakhir ini
4.Merugikan Keuangan Negara.
Sebenarnya bila pemerintah mau mengelola hutan dengan lebih baik, jujur dan adil, pendapatan dari sektor kehutanan sangat besar. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Misalnya tahun 2003 jumlah produksi kayu bulat yang legal (ada ijinnya) adalah sebesar 12 juta m3/tahun. Padahal kebutuhan konsumsi kayu keseluruhan sebanyak 98 juta m3/tahun. Data ini menunjukkan terdapat kesenjangan antara pasokan dan permintaan kayu bulat sebesar 86 juta m3. Kesenjangan teramat besar ini dipenuhi dari pencurian kayu (illegal loging). Dari praktek tersebut diperkirakan kerugian yang dialami Indonesia mencapai Rp.30 trilyun/tahun. Hal inilah yang menyebabkan pendapatan sektor kehutanan dianggap masih kecil yang akhirnya mempengaruhi pengembangan program pemerintah untuk masyarakat Indonesia.
5.Banjir.
Dalam peristiwa banjir yang sering melanda Indonesia akhir-akhir ini, disebutkan bahwa salah satu akar penyebabnya adalah karena rusaknya hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan dan tangkapan air (catchment area). Hutan yang berfungsi untuk mengendalikan banjir di waktu musim hujan dan menjamin ketersediaan air di waktu musim kemarau, akibat kerusakan hutan makin hari makin berkurang luasnya. Tempat-tempat untuk meresapnya air hujan (infiltrasi) sangat berkurang, sehingga air hujan yang mengalir di permukaan tanah jumlahnya semakin besar dan mengerosi daerah yang dilaluinya. Limpahannya akan menuju ke tempat yang lebih rendah sehingga menyebabkan banjir.
Bencana banjir dapat akan semakin bertambah dan akan berulang apabila hutan semakin mengalami kerusakan yang parah. Tidak hanya akan menimbulkan kerugian materi, tetapi nyawa manusia akan menjadi taruhannya. Banjir di Jawatimur dan Jawa tengah adalah contoh nyata.









BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebagai penutup tulisan ini dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
a.       Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh Undang-undang dan peraturan pemerintah.

b.      Kebakaran dan penebangan liar merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap sumberdaya hutan dan akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran dan penebangan hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.

c.       Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran hutan, dan penebangan liar ,pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi secara tegas

d.      Akibat penebangan hutan,2100 mata air mengering dan akibat dari penebangan juga mengakibatkan kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat.
3. 2 Saran
            Bagi para pembaca makalah ini dan juga semua orang bahwa hutan merupakan sumber kehidupan bagi manusia apabila hutan sudah tidak ada lagi maka kehidupan manusia akan berubah dan kemiskinan akan terjadi. Maka dari itu menjaga kelestarian hutan jangan lah dianggap mudah.
            Dan bagi para pecinta alam ,teruskanlah usaha penjagaan itu dengan sebaik-baiknya dan juga tingkatkan kewaspadaan terhadap orang-orang yang mau merusaknya, cegah agar tidak terjadi kerusakan dihutan kita ini.


DAFTAR PUSTAKA


Rabu, 16 Juli 2014

Makalah PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
            Setiap perusahaan selalu berusaha meningkatkan produktivitas karyawannya agar dapat bertahan, berkembang serta memiliki kepercayaan yang tinggi dari pihak luar perusahaan. Demi meningkatkan produktivitas karyawan, maka sering dilakukan pembenahan dan peningkatan sumber daya manusia dari karyawan.
            Di era globalisasi dan perekonomian dunia yang pro pasar bebas (free market) dewasa ini, mulai tampak semakin jelas bahwa peranan non-human capital di dalam sistem perekonomian cenderung semakin berkurang. Para stakeholder yang bekerja di dalam sistem perekonomian semakin yakin bahwa modal tidak hanya berwujud alat-alat produksi seperti tanah, pabrik, alat-alat, dan mesin-mesin, akan tetapi juga berupa human capital. Sistem perekonomian dewasa ini mulai didominasi oleh peranan human capital, yaitu ‘pengetahuan’ dan ‘ketrampilan’ manusia.
            Namun seringkali kegiatan peningkatan sumber daya manusia dari karyawan tidak mencapai hal yang diharapkan yaitu tercapainya tujuan dari organisasi perusahaan tersebut seperti peningkatan produktivitas kerja karyawan. Meskipun telah memiliki sumber daya yang berkualitas, karyawan belum tentu dapat memberikan hasil kerja yang baik bagi organisasi perusahaan apabila mereka masih berada dalam belenggu budaya kerja yang kurang mendukung dan tidak kondusif. Karyawan akan larut dalam budaya organisasi perusahaan yang tidak mendukung terhadap tujuan organisasi perusahaan yaitu melenceng dari nilai-nilai organisasi perusahaan.
            Produktivitas karyawan ditentukan oleh keberhasilan budaya organisasi perusahaan (corporate culture) yang dimilikinya. Keberhasilan mengelola organisasi tidak lagi hanya ditentukan oleh keberhasilan prinsip-prinsip manajemen seperti planning, organizing, leading, controlling; akan tetapi ada faktor lain yang lebih menentukan keberhasilan peusahaan mencapai tujuannya. Faktor tersebut adalah budaya organisasi perusahaan (corporate culture). Budaya organisasi perusahaan dapat membantu penerapan manajemen dengan baik.
            Budaya perusahaan secara realistis mempengaruhi produktivitas kerja karyawan. Kesadaran pemimpin perusahaan ataupun karyawan terhadap pengaruh budaya organisasi perusahaan dapat memberikan semangat yang kuat untuk mempertahankan, memelihara, dan mengembangkan budaya organisasi perusahaan tersebut yang merupakan daya dorong yang kuat untuk kemajuan organisasi perusahaan. Budaya organisasi perusahaan (corporate culture) yang kuat akan menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab yang besar dalam diri karyawan sehingga mampu memotivasi untuk menampilkan kinerja yang paling memuaskan, mencapai tujuan yang lebih baik, dan pada gilirannya akan memotivasi seluruh anggotanya untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan produktivitas kerja?
2.      Apakah yang dimaksud dengan budaya organisasi perusahaan (corporate culture)?
3.      Seberapa besar pengaruh budaya organisasi perusahaan (corporate culture) terhadap produktivitas kerja karyawan?
1.3 Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui apa yang dimaksud denga produktivitas kerja
2.    Mengetahui apa yang dimaksud dengan budaya organisasi perusahaan
3.    Mengetahui seberapa besar pengaruh budaya organisasi perusahaan terhadap produktivitas kerja karyawan.











BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PRODUKTIVITAS KERJA
            Produktivitas kerja merupakan suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan output dengan input yang dibutuhkan seorang tenaga kerja untuk menghasilkan produk. Pengukuran produktivitas dilakukan dengan melihat jumlah output yang dihasilkan oleh setiap pegawai selama sebulan. Seorang pegawai dapat dikatakan produktiv apabila ia mampu menghasilkan jumlah produk yang lebih banyak dibandingkan dengan pegawai lain dalam waktu yang sama ( J. Ravianto, 1986 ).
            Dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara hasil dari suatu pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sondang P. Siagian bahwa produktivitas adalah “Kemampuan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang optimal bahkan kalau mungkin yang maksimal”. Menurut Komarudin, “produktivitas pada hakekatnya meliputi sikap yang senantiasa mempunyai pandangan bahwa metode kerja hari ini harus lebih baik dari metode kerja kemarin dan hasil yang dapat diraih esok harus lebih banyak atau lebih bermutu daripada hasil yang diraih hari ini” (Komarudin,1992).
Faktor  Yang  Mempengaruhi  Produktivitas Kerja
Sjahmien Moellfi (2003) menyatakan ada 3 faktor yang mempengaruhi produktivitas yaitu:
  1. Beban kerja
Berhubungan langsung dengan beban fisik, mental maupun sosial yang mempengaruhi tenaga kerja sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.

  1. Kapasitas kerja
Kapasitas kerja adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya pada waktu tertentu. Kapasitas kerja sangat bergantung pada jenis kelamin, pendidikan, ketrampilan, usia dan status gizi.
  1. Beban tambahan akibat lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang buruk akan memberikan dampak yang buruk juga berupa penurunan produktivitas kerja, antara lain:
  • Faktor fisik seperti panas, iklim kerja, kebisingan, pencahayaan, dangetaran.
  •  Faktor kimia seperti bahan- bahan kimia, gas, uap, kabut, debu, partikel.
  • Faktor biologis seperti penyakit yang disebabkan infeksi, jamur, virus, dan parasit.
  • Fisiologis, letak kesesuaian ukuran tubuh tenaga kerja dengan peralatan, beban kerja, posisi dan cara kerja yang akan mempengaruhi produktivitas kerja.
  • Faktor psikologis, berupa kesesuaian antara hubungan kerja antar karyawan sendiri, karyawan atasan, suasana kerja yang kurang baik serta pekerjaan yang monoton.

2.2 PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI PERUSAHAAN (CORPORATE   CULTURE)
            Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan. Budaya organisasi berkaitan erat dengan pemeberdayaan karyawan (employee empowerement) disuatu perusahaan. Semakin kuat budaya organisasi, semakin besar dorongan para karyawan untuk maju bersama dengan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, pengenalan, penciptaan, dan pengembangan budaya organisasi dalam suatu perusahaan mutlak diperlukan dalam rangka membangun perusahaan yang efektif dan efisien sesuai dengan misi dan visi yang hendak dicapai. Dengan demikian antara budaya organisasi dan budaya perusahaan saling terkait karena kedua-keduanya ada kesamaan, meskipun dalam budaya perusahaan terdapat hal-hal khusus seperi gaya manajemen dan sistem manajemen dan sebagainya, namun semuanya masih tetap dalam rangkaian budaya organisasi Budaya perusahaan adalah aturan main yang ada dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan dari SDMnya dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berprilaku di dalam organisasi tersebut.

2.3 Ciri-ciri Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah:
1.      Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
2.      Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3.      Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4.      Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5.      Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu.
6.      Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7.      Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
            Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996).
2.4 Fungsi Budaya Organisasi
            Menurut Robbins (1996), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
a.       Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b.      Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c.       Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d.       Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e.       Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

2.5 PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN
            Budaya organisasi merupakan faktor yang sangat penting di dalam organisasi sehingga efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang tepat dan dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Pengaruh pemanfaatan budaya perusahaan adalah salah satu solusi dalam menghadapi tantangan yang kian kompleks. Bila budaya organisasi telah disepakati sebagai sebuah strategi perusahaan maka budaya organisasi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan kinerja. Dengan adanya pemberdayaan budaya organisasi selain akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, juga akan menjadi penentu sukses perusahaan. Sehingga budaya organisasi memiliki dampak yang berarti terhadap kinerja karyawan yang menentukan keberhasilan dan kegagalan perusahaan. Sedangkan kinerja merupakan peranan yang sangat penting, karena tanpanya organisasi hanya merupakan sekumpulan aktivitas tanpa tujuan atau control tertentu. Budaya organisasi dipahami sebagai seperangkat nilai, kepercayaan, dan pemahaman yang penting sama­ – sama dimiliki oleh para anggota yang berpengaruh terhadap pola kerja serta pola manajemen organisasi.

            Secara teoritis budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan, kinerja dalam hal ini diartikan sebagai suatu tingkat proses yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan organisasi dapat bertemu. Sedangkan kepuasan kerja dalam penelitian ini dianggap sebagai variabel yang sangat penting dalam hubungan dengan budaya organisasi, oleh karena itu kepuasan kerja diartikan sebagai cermin perasaan seseorang terhadap pekerjaannya mengenai selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima dan banyaknya yang diyakini seharusnya diterima, serta segala sesuatu yang dihadapi dalam lingkungan kerja.














BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
            Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa, budaya itu sangat berpengaruh sekali terhadap produktivitas kerja karyawan di suatu perusahaan dan juga bisa membuat suatu kebiasaan didalam perusahaan tersebut yang akan berlangsung secara terus menerus.
Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai materi  “PENGARUH BUDAYA ORGANISASI  TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN”, tentunya masih banyak kekurangan dan salah dalam membuat makalah ini, kerena kurangnya referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
3.2 SARAN
            Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan juga para pembaca pada umumnya.








DAFTAR PUSTAKA