BAB I
PENGANTAR
1.1 Latar Belakang
Masalah
Kebudayaan daerah merupakan cerminan bagi kebudayaan
Nasional. Hal itu merupakan landasan utama untuk menunjukan jati diri Bangsa
Indonesia. Berbagai macam tradisi budaya yang dimiliki Nusantara ini sangat beragam
bentuknya, mulai dari budaya tradisi Ngaben di Bali, Sekaten di Yogyakarta,
upacara Kasada di Bromo, dan budaya Manten Kucing di Tulungagung.
Masyarakat adalah salah satu pencipta budaya, setiap
masyarakat memiliki budaya yang berbeda. Sehingga dengan budaya, dapat
membedakan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Disetiap
masyarakat yang berbudaya akan menampakkan ciri khas masing-masing yang
berbeda, seperti Manten Kucing dari Tulungagung yang di dalamnya terdapat
ritual pernikahan antara kucing jantan dengan kucing betina.
Selanjutnya, observasi ini dilakukan
untuk mengetahui lebih jauh mengenai
budaya Manten Kucing yang terjadi di daerah Tulungagung Jawa Timur.
Dengan penelitian ini, kami ingin menguraikan tentang budaya Manten Kucing yang
dilestarikan oleh masyarakat Desa Palem Tulungagung.
1.2 Rumusan
Masalah :
1.
Apakah budaya manten kucing itu?
2.
Siapakah yang melakukan budaya manten kucing?
3.
Apa dampak dari budaya manten kucing itu?
4.
Bagaimana proses dari budaya manten kucing?
1.3 Tujuan :
1.
Mengetahui kebudayaan manten kucing.
2.
Mengetahui siapa saja yang melakukan budaya manten kucing.
3.
Mengetahui dampak dari pelaksanaan budaya manten kucing.
4.
Mengetahui proses dari pelaksanaan budaya manten kucing.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Devinisi Kebudayaan
Kebudayaan atau yang disebut peradaban mengandung pengertian
yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat (kebiasaan) dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari
anggota masyarakat. Para ahli sudah banyak yang menyelidiki berbagai
kebudayaan. Dari hasil penyelidikan tersebut
timbul dua pemikiran tentang
munculnya suatu kebudayaan atau peradaban. Pertama anggapan bahwa adanya hukum
atau kebudayaan disebabkan oleh tindakan besar yang menuju kepada perbuatan
yang sama dan penyebabnya yang sama. Kedua anggapan bahwa tingkat kebudayaan
atau peradaban muncul sebagai akibat taraf perkembangan dan hasil evaluasi
masing-masing proses sejarahnya.
Kebudayaan berasal dari kata budaya. Budaya diserap dari
bahasa sansekerta buddhayah, yaitu
bentuk jamak dari Buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan dapat
diartikan segala hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.
Adapun kata culture yang merupakan kata asing yang sama
artinya dengan kebudayaan berasal dari kata latin colere yang berarti mengolah,
mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang
arti culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah
tanah dan merubah alam.
Menurut ilmu Antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan, hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar .
Seorang antropolog lain, yaitu
E.B.Taylor (1871) mendefinisikan kebudayaan (terjemahannya kebudayaan
adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan ang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Selo Soemardjan dan
Soelaeman Soemardi(5) merumuskan kebudayaan sebagai semua
hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
2.2
WUJUD KEBUDAYAAN
J.J. Honigmann dalam The World of Man
menyebutkan tiga gejala kebudayaan yaitu (1) ideas (2) activition (3)
artifacts. Hal ini selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut:
- Kebudayaan merupakan suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-noma, peraturan-peraturan, dsb. Hal ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan, akan tetapi bersifat abstrak sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Wujd dari kebudayaan ini kadang dapat kita temukan dalam bentuk karangan atau tulisan. Gagasan yang telah ada saling berkaitan satu sama lain dan membentuk sistem budaya (cultural system). Nama lain untuk wujud kebudayaan ini adalah adat atau adat istiadat (jamak).
- Wujud kebudayaan ini disebut juga dengan sistem sosial (social system) yaitu pola-pola tindakan manusia, misalnya berinteraksi, berhubungan, bergaul, dsb. Rangkaian aktivitas ini dapat kita temukan di sekitar kita dan bersifat konkret sehingga dapat diobservasi, difoto, serta didokumentasikan.
- Wujud yang terakhir dari kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik. Kebudayaan fisik merupakan hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya seluruh manusia. Bersifat paling konkrit daripada dua wujud kebudayaan sebelumnya dan dapat didokumentasikan.
Ketiga wujud dari kebudayaan yang
terurai diatas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tak terpisahkan satu
sama lain. Kebudayaan ideal dan adat isiadat mengatur dan memberikan arah
kepada tindakan dan karya manusia. Baik pikiran, ide maupun tindakan dan karya
manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Begitu juga sebaliknya,
kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama
makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pola
perbuatan dan cara berpikirnya.
2.3
ADAT ISTIADAT
1.
Sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi.
Sistem nilai budaya, pandangan
hidup, dan ideologi merupakan tingkat tertinggi dan paling abstrak dalam adat
istiadat. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai budaya merupakan konsep-konsep
mengenai pikiran masyarakat tentang apa yang mereka anggap bernilai, berharga
dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang
member arah dan orientasi kepada kehidupan masyarakat tadi. Nilai budaya
bersifat umum dan memiliki ruang lingkup yang sangat luas, biasanya sulit
diterangkan secara nyata dan rasional. Nilai-nilai budaya dalam suatu
kebudayaan tidak dapat diganti dengan nilai-nilai yang lain dalam waktu singkat
karena nilai-nilai tersebut telah berakar dalam alam jiwa masyarakat tersebut.
Kluckhohn dan istrinya F. Kluckhohn
menyatakan bahwa tiap nilai budaya dalam tiap kebudayaan meliputi lima masalah
dasar dalam kehidupan manusia. Masalah tersebut antara lain:
1.
Masalah tentang hakekat dari hidup manusia (MH)
2.
Masalah tentang hakekat dari karya manusia (MK)
3.
Masalah tentang hakekat dari kedudukan menusia dalam
ruang waktu (MW)
4.
Masalah tentang hakekat dari hubungan manusia dengan
alam sekitar (MA)
5.
Masalah tentang hakekat dari hubungan manusia dengan
sesamanya (MM)
Tabel 1:
Kerangka Kluckhohn mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang menentukan
orientasi nilai-budaya manusia.
Masalah dasar dalam hidup
|
Orientasi nilai-budaya
|
||
Hakekat
hidup (MH)
|
hidup itu buruk
|
hidup itu baik
|
hidup itu buruk dan manusia wajib berihtiar supaya
hidup lebih baik
|
Hakekat
karya (MK)
|
karya untuk nafkah hidup
|
karya untuk kedudukan, kehormatan, dsb
|
karya untuk menambah karya
|
Persepsi
manusia tentang waktu (MW)
|
orientasi masa kini
|
orientasi masa lalu
|
orientasi masa depan
|
Pandangan
manusia terhadap alam (MA)
|
manusia tunduk kepada alam yang dahsyat
|
manusia berusaha menjaga keselarasan dengan alam
|
manusia berhasrat untuk menguasai alam
|
Hakekat
hubungan antara manusia dengan sesamanya (MM)
|
orientasi horizontal, rasa ketergantungan terhadap
sesama
|
orientasi vertikal, rasa ketergantungan terhadap
tokoh-tokoh atasan dan berpangkat
|
individualisme, menilai tinggi usaha atas kekuatan
sendiri
|
Suatu sistem budaya berupa pandangan
hidup (world view), biasanya mengandung sebagian dari nilai-nilai yang
dianut suatu masyarakat yang dipilih secara selektif oleh para individu atau
golongn-golongan dalam masyarakat. Dengan demikian, sistem nilai merupakan
pedoman mayoritas masyarakat sedangkan pandangan hidup dianut oleh
golongan-golongan atau lebih sempit lagi yaitu individu-individu khusus dalam
masyarakat(11).
Sistem nilai budaya yang
berorientasi pada lima masalah pokok ini dapat dikembangkan dan dijabarkan
menjadi beberapa pokok bahasan Ilmu Budaya Dasar seperti manusia dan kebutuhan,
kebudayaan dan peradaban, sistem nilai budaya, perubahan sistem nilai budaya,
keluarga sehat dan sejahtera, kelompok social budaya, manusia dan lain
sebagainya.
2.
Adat istiadat, norma, dan hukum
Norma adalah aturan untuk bertindak
dan bersifat khusus, disusun secara terperinci, jelas, tegas, dan tidak
meragukan. Norma ini dapat digolongkan menurut pranata-pranata sehingga dan
norma-norma ilmiah, pendidikan, politik, peradilan, ekonomi, estetik,
keagamaan, dan sebagainya(13). Norma-norma yang ada dalam pranata
maupun sub-pranata saling berkaitan dan menjadi suatu sistem yang terintegrasi.
Sistem ini berdekatan dengan pranata lain yang lebih luas dan disebut
unsur-unsur kebudayaan universal. Sistem norma seperti ini biasanya difahami
oleh individu-individu tertentu saja yang disebut ahli adat. Semakin
kompleks suatu pranata, ahli adat yang dibutuhkan untuk menjelaskan sitem norma
kepada masyarkat semakin banyak. Tingkat mengikat suatu norma terhadap
kehidupan manusia berbeda-beda dan yang paling berat disebut dengan hukum.
Hukum bersifat memaksa.
2.4
Unsur-Unsur Kebudayaan
Tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai Cultural
Universals, yaitu:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup
manusia ( pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat
produksi, transport dan sebagainya).
2. Mata pencaharian hidup dan
sistem-sistem ekonomi ( pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem
distribusi dan sebagainya ).
3. Sistem kemasyarakatan ( sistem
kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, system perkawinan).
4. Bahasa ( lisan maupun tertulis).
5. Kesenian ( seni rupa, seni suara,
seni gerak, dan sebagainya).
6. Sistem pengetahuan.
7. Religi ( sistem kepercayaan).
2.5 KEBUDAYAAN DAN KERANGKA TEORI TINDAKAN
Pandangan menyeluruh tentang
konsep-konsep kebudayaan yang telah diuraikan sebelumnya dimantapkan oleh
sejumlah ahli ilmu sosial sehingga terbentuk kerangka teori tindakan. Mereka
menganggap bahwa kebudayaan adalah tindakan manusia yang berpola. Adapun empat
komponen dalam menganalisa kebudayaan antara lain:(16)
1.
Sistem budaya (culturan system)
Komponen ini bersifat paling
abstrak, terdiri atas pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-konsep, tema
berpikir, keyakinan. Disebut sebagai adat-istiadat dan berfungsi untuk menata
serta memantapkan tindakan-tindakn serta tingkah laku manusia(17).
2.
Sistem sosial (social system)
Berupa aktivitas atau tindakan serta
tingkah laku manusia dalam berinteraksi antar individu. Komponen ini bersifat
lebih konkrit dari pada sistem budaya.
3.
Sistem kepribadian (personality system)
Kepribadian individu dipengaruhi
oleh nilai-nilai dan norma dalam sistem budaya. Berfungsi untuk memberikan
motivasi dari tindakan sosial.
4.
Sistem organisma (organic system)
Sebagai pelengkap sistem sebelumnya,
mengikut sertakan proses biologis dan biokimia manusia sebagai makluk alamiah(18).
5.
Fungsi Kebudayaan Bagi Masyarakat
Hasil karya manusia masyarakat melahirkan teknologi atau
kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama didalam melindungi
masyarakat terhadap lingkungan dalamnya. Adapun fungsi dari unsur kebudayaan
yang ada dalam masyarakat untuk memuaskan hasrat naluri kebutuhan hidup mahluk
hidup manusia. Dengan demikian unsur kesenian, misalnya berfungsi memuaskan
hasrat naluri manusia akan keindahan. Unsur sistem pengetahuan berfungsi
memuaskan hasrat naluri untuk tahu(19).
2.6
Sifat Hakikat Kebudayaan
Sifat hakikat kebudayaan antara lain :
1.
Kebudayaan
terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
2.
Kebudayaan
telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak
akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3.
Kebudayaan
diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya.
4.
Kebudayaan
mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan
yang diterima dan ditolak tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan
yang diizinkan.
Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan,
tetapi apabila seseorang hendak memahami sifat hakikatnya yang esensial
terlebih dahulu harus memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada didalamnya,
yakni sebagai berikut :(21)
1. Didalam pengalaman manusia,
kebudayaan bersifat universal, akan tetapi perwujudan manusia kebudayaan
mempunyai ciri-ciri khusus yang sesuai dengan situasi maupun lokasinya.
2. Kebudayaan bersifat stabil.
Disamping juga dinamis dan setiap kebudayaan mengalami perubahan-perubahan yang
continue.
3. Kebudayaan mengisi serta menentukan
jalannya kehidupan manusia walaupun hal itu jarang disadari oleh manusia itu
sendiri.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Tradisi Manten Kucing
Manten kucing merupakan budaya khas dari daerah Tulungagung.
Tradisi manten kucing ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu dan tetap
dilestarikan sampai sekarang. Tradisi tersebut pertama kali muncul di Desa
Palem, Kabupaten Tulungagung. Budaya manten kucing yaitu menikahkan kucing
jantan dan kucing betina sebagai sarana untuk mendatangkan hujan (wawancara
subjek 1 dan 2 tgl 1 08 april 2012).
Namun dewasa ini tradisi manten kucing tidak hanya dilakukan
sebagai sarana untuk meminta hujan saja tetapi tradisi ini juga dilakukan untuk
memperingati hari jadi Tulungagung. Tradisi manten kucing yang dilakukan untuk
memperingati hari jadi Tulungagung ini dilakukan di Pendopo Bupati Tulungagung
yang terletak di depan alun-alun kabupaten Tulungagung (gambar 1), dan
dilaksanakan sejak tahun yang lalu tepat
hari jadi kabupaten Tulungagung (wawancara subjek 1 dan subjek 2 tgl 08 april
2012). Budaya Manten Kucing ini hanya terdapat di Tulungagung dan tidak terjadi
di daerah-daerah lainnya (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012).
3.2
Pelaku Budaya Manten Kucing
Pada awalnya budaya manten kucing ini hanya dilakukan oleh
warga masyarakat Desa Palem, Kabupaten Tulungagung, yang khusus dilakukan
sebagai upaya agar turun hujan saat musim kemarau panjang (wawancara subjek 1
dan subjek 2 tgl 08 april 2012). Masyarakat yang melakukan tradisi manten
kucing ini berasal dari suku jawa dan mayoritas besar masyarakatnya beragama
islam. Mata pencaharian masyarakat ini pada umumnya yaitu bertani, terutama
daerah pinggiran, sedangkan daerah yang bukan daerah pinggiran rata-rata
berbisnis marmer (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012). Yang melakukan ritual
Manten Kucing adalah para sesepuh Desa Pelem baik laki-laki maupun perempuan
yang sudah tua dan berpengalaman. Dan yang membawa atau menggendong sepasang
kucing tersebut adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masih
perjaka dan masih gadis. Sedangkan masyarakat lainnya seperti orang dewasa,
para remaja dan anak-anak hanya turut menyaksikan dan mengarak pengantin kucing
saja (wawancara subjek 2 tgl 08 april 2012).
Namun pada zaman sekarang ini, budaya Manten Kucing tidak
hanya dilakukan oleh warga masyarakat Desa Palem, Kabupaten Tulungagung sebagai
upaya agar turun hujan, tetapi budaya Manten Kucing ini dilakukan oleh seluruh
masyarakat Tulungagung untuk memperingati hari jadi Tulungagung (wawancara
subjek 1 dan subjek 2 tgl 08 april 2012). Bahkan Pemerintah Tulungagung juga
ikut andil dalam pelaksanaan budaya manten kucing ini (wawancara subjek 1 tgl
08 april 2012). Baik laki-laki maupun perempuan dari segala usia, baik
dari kalangan bawah, kalangan menengah
atau kalangan atas semuanya turut serta memeriahkan budaya Manten Kucing.
Tetapi yang melaksakan ritual Manten kucing tersebut tetap para sesepuh desa,
di Tulungagung setiap desa memiliki sesepuh masing-masing. Sedangkan yang lainnya seperti anak-anak,
remaja dan masyarakat lainnya hanya menyaksikan dan ikut mengarak dua kucing
tersebut (wawancara subjek 1 dan subjek 2 tgl 08 april 2012). Adapun dari
kalangan priyayi tidak turut melaksanakan budaya tersebut karena budaya
tersebut dianggap musyrik (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012). Ada juga dari
kalangan MUI (Majelis Ulama’ Indonesia) yang turut tidak mendukung budaya ini
(wawancara subjek 2 tgl 08 april 2012).
3.3 Dampak Budaya Manten Kucing
Adapun dampak positif dan dampak negatif dari budaya Manten
Kucing, yaitu:
Dampak positif (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012):
1.
Terjalin kerukunan dan ketereratan antarwarga Tulungagung.
2.
Tulungagung mempunyai asset budaya yang khas dari daerahnya sendiri.
3.
Tulungagung menjadi objek wisata lokal bagi masyarakatnya sendiri.
Dampak
negatif:
Sebagian kalangan (priyayi dan MUI) ada yang menganggap
tradisi Manten Kucing adalah perbuatan yang musyrik dengan alasan jika masyarakat
ingin meminta hujan mengapa masyarakat tidak melakukan sholat istisqo’ saja
yang memang sholat istisqo’ tersebut dikhususkan untuk meminta hujan kepada
Allah SWT dan mengapa yang dilakukan malah menikahkan kucing (wawancara subjek
2 tgl 08 april 2012). Perbuatan menikahkan kucing ini dianggap syirik oleh
sebagian pendapat karena dianggap tidak etis menikahkan kucing untuk meminta
hujan (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012).
3.4
Proses Budaya Manten Kucing
Pertama yang harus dilakukan adalah mencari seorang
laki-laki dan seorang perempuan yang masih perjaka dan masih gadis, fungsinya
sepasang laki-laki dan perempuan tersebut untuk menggendong atau membawa
sepasang kucing jantan dan kucing betina yang akan dinikahkan, kucing jantan
digendong atau dibawa oleh laki-laki perjaka sedangkan kucing betina digendong
atau dibawa oleh perempuan tersebut (wawancara subjek 2 tgl 08 april 2012).
Sepasang kucing tersebut dirias seperti pengantin, demikian juga sepasang
laki-laki dan perempuan yang menggendong sepasang kucing tersebut, juga dirias
seperti pengantin dan menggunakan setelan kebaya pengantin (wawancara subjek 1
tgl 08 april 2012). Kemudian penganten kucing tersebut diarak keliling
Tulungagung, apabila dilaksanakan di Desa Palem maka diarak mengelilingi desa
atau kampung wawancara subjek 1 dan subjek 2 08 april 2012). Setelah diarak, penganten kucing kembali lagi
ke lokasi pelaminan. Kemudian Sepasang laki-laki dan perempuan yang membawa
kucing, duduk bersanding di kursi pelaminan. Sementara dua Manten Kucing berada
dipangkuan kedua laki-laki dan wanita yang mengenakan pakaian pengantin itu
(wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012). Upacara pernikahan dilakukandengan
pembacaan doa-doa jawa yang dilakukan oleh para sesepuh desa (wawancara subjek
1 dan subjek 2 tgl 08 april 2012). Pembacaan doa juga diselingi dengan
sholawatan dan permainan gamelan. Prosesi yang terakhir yaitu memandikan kucing
dengan air terjun yang berasal dari Desa Palem. Meskipun prosesi dilakukan di
Pendopo air yang digunakan untuk memandikan sepasang kucing tersebut tetap air
terjun yang berasal dari Desa Palem
Pada saat dilakukan di dalam Pendopo, ritual pernikahan
kucing dilakukan secara tertutup. Jadi yang mengetahui sesi ritual itu hanya
sesepuh dan orang-orang yang berkepentingan saja. Sedangkan masyarakat lainnya
menunggu diluar Pendopo sampai selesainya pernikahan sepasang kucing tersebut.
Di depan Pendopo ditancapkan beberapa lidi yang diatas lidi tersebut terdapat
beberapa cabe.
Budaya Manten Kucing merupakan fenomena pernikahan hewan berupa kucing
jantan dan kucing betina yang dilakukan sebagai sarana untuk mendatangkan
hujan. Objek dari observasi ini adalah masyarakat Tulungagung yang melakukan
dan melestarikan budaya Manten Kucing ini. Budaya ini telah ada sejak zaman
dahulu kala yang terus dilestarikan oleh tiap generasi. Seiring dengan
perkembangan zaman budaya Manten Kucing ini juga dilakukan untuk memperingati
hari jadi Tulungagung.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan-gagasan, tindakan-tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Dalam
budaya Manten Kucing ini, kita dapat menemukan gagasan–gagasan yang terdapat
dalam doa-doa jawa yang digunakan untuk menikahkan sepasang kucing tersebut,
juga gagasan berupa kepercayaan akan turunnya hujan ketika melakukan ritual
Manten Kucing tersebut. Tindakan berupa proses tradisi yaitu mengarak sepasang kucing beserta
sepasang laki-laki dan perempuan yang menggendongnya, menikahkan dengan
meletakkan sepasang kucing tersebut di pangkuan sepasang laki-laki dan
perempuan yang menggendongnya secara berdampingan, memandikan sepasang kucing
tersebut dan permainan gamelan yang mengiringi proses pernikahan sepasang
kucing tersebut dan keseluruhan proses tersebut adalah hasil karya manusia yang
diperoleh dari proses kebiasaan atau belajar.
Menurut JJ Honnigman, terdapat tiga
wujud dari kebudayaan yaitu ideas, activition, dan artifacts. Ketiga wujud ini dapat
kita temukan pada budaya Manten Kucing yaitu sebagai berikut:
1. Kebudayaan
merupakan suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-noma,
peraturan-peraturan. Hal ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan, akan tetapi
bersifat abstrak sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Wujud dari kebudayaan
ini kita temukan dalam doa-doa jawa yang dikumandangkan oleh sesepuh untuk
menikahkan sepasang kucing tersebut. Selain itu juga terdapat gagasan bahwa
jika melakukan ritual tersebut maka akan turun hujan.
2. Wujud
kebudayaan yang kedua yaitu activition disebut juga dengan sistem sosial
(social system) yaitu pola-pola tindakan manusia, misalnya berinteraksi,
berhubungan, bergaul. Rangkaian aktivitas ini dapat kita temukan dalam budaya
Manten Kucing berupa pengarakan sepasang kucing jantan dan betina beserta
sepasang laki-laki dan perempuan yang menggendongnya, menikahkan sepasang
kucing tersebut dengan meletakkan sepasang kucing tersebut di pangkuan sepasang
laki-laki dan perempuan yang menggendongnya secara berdampingan, kemudian
memandikan sepasang kucing tersebut serta permainan gamelan untuk mengiringi
prosesi pernikahan.
3. Wujud yang
terakhir dari kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik. Kebudayaan fisik
merupakan hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan hasil karya manusia.
Bersifat paling konkrit dari pada dua wujud kebudayaan sebelumnya dan dapat
didokumentasikan. Kebudayaan fisik pada prosesi Manten Kucing adalah alat-alat
gamelan yang digunakan untuk memainkan gamelan pada saat prosesi pernikahan
sepasang kucing tersebut, aksesoris yang dikenakan kucing pada saat menikah,
baju pengantin atau kebaya yang digunakan sepasang laki-laki dan perempuan
untuk menggendong kucing.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan-gagasan,
tindakan-tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan manusia yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Salah satu bentuk kebudayaan yang
ada di Indonesia khususnya pada masyarakat Jawa daerah Tulungagung yaitu budaya
Manten Kucing. Tradisi ini telah lama berkembang di daerah Tulungagung dan
menjadi sebuah ciri khas budaya tersebut.
Dari penjabaran diatas kita dapat mengetahui bahwa budaya
khas yang terdapat di Tulungagung adalah budaya atau tradisi Manten Kucing.
Budaya Manten Kucing ini berasal dari Desa Palem Kabupaten Tulungagung dan
tetap dilestarikan sampai sekarang. Tradisi ini dilakukan sebagai upaya
mendatangkan hujan. Dan mulai sejak tahun lalu tradisi ini dilakukan di Pendopo
Tulungagung untuk memperingati hari jadi Tulungagung. Tradisi ini sempat menuai
protes dari MUI (Majelis Ulama’ Indonesia ) karena perbuatan ini dianggap
musyrik. Hasil dari protes itu kemungkinan besar tradisi Manten Kucing tidak
akan lagi dilakukan di Pendopo Kabupaten Tulungagung, melainkan budaya Manten
Kucing tersebut akan dikembalikan lagi kepada Desa Palem dan dilaksanakan oleh
warga Desa Palem.
4.2
SARAN
Kebudayaan Manten Kucing termasuk
kebudayaan yang sangat unik dan langka namun belum begitu terkenal di kancah
budaya Indonesia oleh karena itu, Pemerintah yaitu dinas pariwisata dapat
menjadikan seni ini sebagai salah satu aset budaya untuk pengembangan potensi
daerah. Bekerjasama dengan bidang-bidang lain, misalnya ahli teknologi informasi
untuk mempublikasikan keberadaan traidisi ini kepada dunia luar baik di
Indonesia sendiri maupun untuk menarik minat wisatawan asing untuk berkunjung
ke Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjoroningrat. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta:
PT. Rineka Cipta,2002
Muhammad,
Abdulkadir. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2005
Soelaeman,
Munandar. Ilmu Budaya Dasar, Bandung:
PT. Refika Aditama, 2010
Soekanto,
Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar