Senin, 16 Maret 2015

Makalah Manten Kucing



BAB I
PENGANTAR

1.1   Latar Belakang Masalah

Kebudayaan daerah merupakan cerminan bagi kebudayaan Nasional. Hal itu merupakan landasan utama untuk menunjukan jati diri Bangsa Indonesia. Berbagai macam tradisi budaya yang dimiliki Nusantara ini sangat beragam bentuknya, mulai dari budaya tradisi Ngaben di Bali, Sekaten di Yogyakarta, upacara Kasada di Bromo, dan budaya Manten Kucing di Tulungagung.
Masyarakat adalah salah satu pencipta budaya, setiap masyarakat memiliki budaya yang berbeda. Sehingga dengan budaya, dapat membedakan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Disetiap masyarakat yang berbudaya akan menampakkan ciri khas masing-masing yang berbeda, seperti Manten Kucing dari Tulungagung yang di dalamnya terdapat ritual pernikahan antara kucing jantan dengan kucing betina.
Selanjutnya, observasi ini dilakukan untuk mengetahui lebih jauh mengenai  budaya Manten Kucing yang terjadi di daerah Tulungagung Jawa Timur. Dengan penelitian ini, kami ingin menguraikan tentang budaya Manten Kucing yang dilestarikan oleh masyarakat Desa Palem Tulungagung.

1.2     Rumusan Masalah :
1.      Apakah budaya manten kucing itu?
2.      Siapakah yang melakukan budaya manten kucing?
3.      Apa dampak dari budaya manten kucing itu?
4.      Bagaimana proses dari budaya manten kucing?

1.3     Tujuan :
1.      Mengetahui kebudayaan manten kucing.
2.      Mengetahui siapa saja yang melakukan budaya manten kucing.
3.      Mengetahui dampak dari pelaksanaan budaya manten kucing.
4.      Mengetahui proses dari pelaksanaan budaya manten kucing.



BAB II
KAJIAN TEORI
2.1      Devinisi Kebudayaan

Kebudayaan atau yang disebut peradaban mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni,  moral, hukum, adat istiadat (kebiasaan) dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat. Para ahli sudah banyak yang menyelidiki berbagai kebudayaan. Dari hasil penyelidikan tersebut  timbul dua pemikiran  tentang munculnya suatu kebudayaan atau peradaban. Pertama anggapan bahwa adanya hukum atau kebudayaan disebabkan oleh tindakan besar yang menuju kepada perbuatan yang sama dan penyebabnya yang sama. Kedua anggapan bahwa tingkat kebudayaan atau peradaban muncul sebagai akibat taraf perkembangan dan hasil evaluasi masing-masing proses sejarahnya.
Kebudayaan berasal dari kata budaya. Budaya diserap dari bahasa sansekerta  buddhayah, yaitu bentuk jamak dari Buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan segala hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.
Adapun kata culture yang merupakan kata asing yang sama artinya dengan kebudayaan berasal dari kata latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam.
Menurut ilmu Antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan, hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar .
Seorang antropolog lain, yaitu E.B.Taylor (1871) mendefinisikan kebudayaan (terjemahannya kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan ang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi(5) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.

2.2       WUJUD KEBUDAYAAN
J.J. Honigmann dalam The World of Man menyebutkan tiga gejala kebudayaan yaitu (1) ideas (2) activition (3) artifacts. Hal ini selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut:
  1. Kebudayaan merupakan suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-noma, peraturan-peraturan, dsb. Hal ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan, akan tetapi bersifat abstrak sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Wujd dari kebudayaan ini kadang dapat kita temukan dalam bentuk karangan atau tulisan. Gagasan yang telah ada saling berkaitan satu sama lain dan membentuk sistem budaya (cultural system). Nama lain untuk wujud kebudayaan ini adalah adat atau adat istiadat (jamak).
  2. Wujud kebudayaan ini disebut juga dengan sistem sosial (social system) yaitu pola-pola tindakan manusia, misalnya berinteraksi, berhubungan, bergaul, dsb. Rangkaian aktivitas ini dapat kita temukan di sekitar kita dan bersifat konkret sehingga dapat diobservasi, difoto, serta didokumentasikan.
  3. Wujud yang terakhir dari kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik. Kebudayaan fisik merupakan hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya seluruh manusia. Bersifat paling konkrit daripada dua wujud kebudayaan sebelumnya dan dapat didokumentasikan.

Ketiga wujud dari kebudayaan yang terurai diatas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tak terpisahkan satu sama lain. Kebudayaan ideal dan adat isiadat mengatur dan memberikan arah kepada tindakan dan karya manusia. Baik pikiran, ide maupun tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Begitu juga sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pola perbuatan dan cara berpikirnya.

2.3   ADAT ISTIADAT
1.      Sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi.
Sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi merupakan tingkat tertinggi dan paling abstrak dalam adat istiadat. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai pikiran masyarakat tentang apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang member arah dan orientasi kepada kehidupan masyarakat tadi. Nilai budaya bersifat umum dan memiliki ruang lingkup yang sangat luas, biasanya sulit diterangkan secara nyata dan rasional. Nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat diganti dengan nilai-nilai yang lain dalam waktu singkat karena nilai-nilai tersebut telah berakar dalam alam jiwa masyarakat tersebut.
Kluckhohn dan istrinya F. Kluckhohn menyatakan bahwa tiap nilai budaya dalam tiap kebudayaan meliputi lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Masalah tersebut antara lain:

1.            Masalah tentang hakekat dari hidup manusia (MH)
2.            Masalah tentang hakekat dari karya manusia (MK)
3.            Masalah tentang hakekat dari kedudukan menusia dalam ruang waktu (MW)
4.            Masalah tentang hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitar (MA)
5.            Masalah tentang hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM)
Tabel 1: Kerangka Kluckhohn mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang menentukan orientasi nilai-budaya manusia.
Masalah dasar dalam hidup
Orientasi nilai-budaya
Hakekat hidup (MH)
hidup itu buruk
hidup itu baik
hidup itu buruk dan manusia wajib berihtiar supaya hidup lebih baik
Hakekat karya (MK)
karya untuk nafkah hidup
karya untuk kedudukan, kehormatan, dsb
karya untuk menambah karya
Persepsi manusia tentang waktu (MW)
orientasi masa kini
orientasi masa lalu
orientasi masa depan
Pandangan manusia terhadap alam (MA)
manusia tunduk kepada alam yang dahsyat
manusia berusaha menjaga keselarasan dengan alam
manusia berhasrat untuk menguasai alam
Hakekat hubungan antara manusia dengan sesamanya (MM)
orientasi horizontal, rasa ketergantungan terhadap sesama
orientasi vertikal, rasa ketergantungan terhadap tokoh-tokoh atasan dan berpangkat
individualisme, menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri

Suatu sistem budaya berupa pandangan hidup (world view), biasanya mengandung sebagian dari nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat yang dipilih secara selektif oleh para individu atau golongn-golongan dalam masyarakat. Dengan demikian, sistem nilai merupakan pedoman mayoritas masyarakat sedangkan pandangan hidup dianut oleh golongan-golongan atau lebih sempit lagi yaitu individu-individu khusus dalam masyarakat(11).
Sistem nilai budaya yang berorientasi pada lima masalah pokok ini dapat dikembangkan dan dijabarkan menjadi beberapa pokok bahasan Ilmu Budaya Dasar seperti manusia dan kebutuhan, kebudayaan dan peradaban, sistem nilai budaya, perubahan sistem nilai budaya, keluarga sehat dan sejahtera, kelompok social budaya, manusia dan lain sebagainya.
2.      Adat istiadat, norma, dan hukum
Norma adalah aturan untuk bertindak dan bersifat khusus, disusun secara terperinci, jelas, tegas, dan tidak meragukan. Norma ini dapat digolongkan menurut pranata-pranata sehingga dan norma-norma ilmiah, pendidikan, politik, peradilan, ekonomi, estetik, keagamaan, dan sebagainya(13). Norma-norma yang ada dalam pranata maupun sub-pranata saling berkaitan dan menjadi suatu sistem yang terintegrasi. Sistem ini berdekatan dengan pranata lain yang lebih luas dan disebut unsur-unsur kebudayaan universal. Sistem norma seperti ini biasanya difahami oleh individu-individu tertentu saja yang disebut ahli adat. Semakin kompleks suatu pranata, ahli adat yang dibutuhkan untuk menjelaskan sitem norma kepada masyarkat semakin banyak. Tingkat mengikat suatu norma terhadap kehidupan manusia berbeda-beda dan yang paling berat disebut dengan hukum. Hukum bersifat memaksa.

2.4      Unsur-Unsur Kebudayaan
Tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai Cultural Universals, yaitu:
1.      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia ( pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transport dan sebagainya).
2.      Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi ( pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya ).
3.      Sistem kemasyarakatan ( sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, system perkawinan).
4.      Bahasa ( lisan maupun tertulis).
5.      Kesenian ( seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya).
6.      Sistem pengetahuan.
7.      Religi ( sistem kepercayaan).

2.5  KEBUDAYAAN DAN KERANGKA TEORI TINDAKAN
Pandangan menyeluruh tentang konsep-konsep kebudayaan yang telah diuraikan sebelumnya dimantapkan oleh sejumlah ahli ilmu sosial sehingga terbentuk kerangka teori tindakan. Mereka menganggap bahwa kebudayaan adalah tindakan manusia yang berpola. Adapun empat komponen dalam menganalisa kebudayaan antara lain:(16)
1.      Sistem budaya (culturan system)
Komponen ini bersifat paling abstrak, terdiri atas pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-konsep, tema berpikir, keyakinan. Disebut sebagai adat-istiadat dan berfungsi untuk menata serta memantapkan tindakan-tindakn serta tingkah laku manusia(17).
2.      Sistem sosial (social system)
Berupa aktivitas atau tindakan serta tingkah laku manusia dalam berinteraksi antar individu. Komponen ini bersifat lebih konkrit dari pada sistem budaya.
3.      Sistem kepribadian (personality system)
Kepribadian individu dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma dalam sistem budaya. Berfungsi untuk memberikan motivasi dari tindakan sosial.
4.      Sistem organisma (organic system)
Sebagai pelengkap sistem sebelumnya, mengikut sertakan proses biologis dan biokimia manusia sebagai makluk alamiah(18).

5.      Fungsi Kebudayaan Bagi Masyarakat
Hasil karya manusia masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama didalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan dalamnya. Adapun fungsi dari unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat untuk memuaskan hasrat naluri kebutuhan hidup mahluk hidup manusia. Dengan demikian unsur kesenian, misalnya berfungsi memuaskan hasrat naluri manusia akan keindahan. Unsur sistem pengetahuan berfungsi memuaskan hasrat naluri untuk tahu(19).   

2.6      Sifat Hakikat Kebudayaan
Sifat hakikat kebudayaan antara lain :
1.            Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
2.            Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3.            Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya.
4.            Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan.

Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, tetapi apabila seseorang hendak memahami sifat hakikatnya yang esensial terlebih dahulu harus memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada didalamnya, yakni sebagai berikut :(21)
1.      Didalam pengalaman manusia, kebudayaan bersifat universal, akan tetapi perwujudan manusia kebudayaan mempunyai ciri-ciri khusus yang sesuai dengan situasi maupun lokasinya.
2.      Kebudayaan bersifat stabil. Disamping juga dinamis dan setiap kebudayaan mengalami perubahan-perubahan yang continue.
3.      Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia walaupun hal itu jarang disadari oleh manusia itu sendiri.










BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Tradisi Manten Kucing

Manten kucing merupakan budaya khas dari daerah Tulungagung. Tradisi manten kucing ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu dan tetap dilestarikan sampai sekarang. Tradisi tersebut pertama kali muncul di Desa Palem, Kabupaten Tulungagung. Budaya manten kucing yaitu menikahkan kucing jantan dan kucing betina sebagai sarana untuk mendatangkan hujan (wawancara subjek 1 dan 2 tgl 1 08 april 2012).
Namun dewasa ini tradisi manten kucing tidak hanya dilakukan sebagai sarana untuk meminta hujan saja tetapi tradisi ini juga dilakukan untuk memperingati hari jadi Tulungagung. Tradisi manten kucing yang dilakukan untuk memperingati hari jadi Tulungagung ini dilakukan di Pendopo Bupati Tulungagung yang terletak di depan alun-alun kabupaten Tulungagung (gambar 1), dan dilaksanakan sejak  tahun yang lalu tepat hari jadi kabupaten Tulungagung (wawancara subjek 1 dan subjek 2 tgl 08 april 2012). Budaya Manten Kucing ini hanya terdapat di Tulungagung dan tidak terjadi di daerah-daerah lainnya (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012).

3.2  Pelaku Budaya Manten Kucing
Pada awalnya budaya manten kucing ini hanya dilakukan oleh warga masyarakat Desa Palem, Kabupaten Tulungagung, yang khusus dilakukan sebagai upaya agar turun hujan saat musim kemarau panjang (wawancara subjek 1 dan subjek 2 tgl 08 april 2012). Masyarakat yang melakukan tradisi manten kucing ini berasal dari suku jawa dan mayoritas besar masyarakatnya beragama islam. Mata pencaharian masyarakat ini pada umumnya yaitu bertani, terutama daerah pinggiran, sedangkan daerah yang bukan daerah pinggiran rata-rata berbisnis marmer (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012). Yang melakukan ritual Manten Kucing adalah para sesepuh Desa Pelem baik laki-laki maupun perempuan yang sudah tua dan berpengalaman. Dan yang membawa atau menggendong sepasang kucing tersebut adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masih perjaka dan masih gadis. Sedangkan masyarakat lainnya seperti orang dewasa, para remaja dan anak-anak hanya turut menyaksikan dan mengarak pengantin kucing saja (wawancara subjek 2 tgl 08 april 2012).
Namun pada zaman sekarang ini, budaya Manten Kucing tidak hanya dilakukan oleh warga masyarakat Desa Palem, Kabupaten Tulungagung sebagai upaya agar turun hujan, tetapi budaya Manten Kucing ini dilakukan oleh seluruh masyarakat Tulungagung untuk memperingati hari jadi Tulungagung (wawancara subjek 1 dan subjek 2 tgl 08 april 2012). Bahkan Pemerintah Tulungagung juga ikut andil dalam pelaksanaan budaya manten kucing ini (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012). Baik laki-laki maupun perempuan dari segala usia, baik dari  kalangan bawah, kalangan menengah atau kalangan atas semuanya turut serta memeriahkan budaya Manten Kucing. Tetapi yang melaksakan ritual Manten kucing tersebut tetap para sesepuh desa, di Tulungagung setiap desa memiliki sesepuh masing-masing.  Sedangkan yang lainnya seperti anak-anak, remaja dan masyarakat lainnya hanya menyaksikan dan ikut mengarak dua kucing tersebut (wawancara subjek 1 dan subjek 2 tgl 08 april 2012). Adapun dari kalangan priyayi tidak turut melaksanakan budaya tersebut karena budaya tersebut dianggap musyrik (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012). Ada juga dari kalangan MUI (Majelis Ulama’ Indonesia) yang turut tidak mendukung budaya ini (wawancara subjek 2 tgl 08 april 2012).

3.3  Dampak Budaya Manten Kucing
Adapun dampak positif dan dampak negatif dari budaya Manten Kucing, yaitu:
Dampak positif (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012):
1.      Terjalin kerukunan dan ketereratan antarwarga Tulungagung.
2.      Tulungagung mempunyai asset budaya yang khas dari daerahnya sendiri.
3.      Tulungagung menjadi objek wisata lokal bagi masyarakatnya sendiri.
Dampak negatif:
Sebagian kalangan (priyayi dan MUI) ada yang menganggap tradisi Manten Kucing adalah perbuatan yang musyrik dengan alasan jika masyarakat ingin meminta hujan mengapa masyarakat tidak melakukan sholat istisqo’ saja yang memang sholat istisqo’ tersebut dikhususkan untuk meminta hujan kepada Allah SWT dan mengapa yang dilakukan malah menikahkan kucing (wawancara subjek 2 tgl 08 april 2012). Perbuatan menikahkan kucing ini dianggap syirik oleh sebagian pendapat karena dianggap tidak etis menikahkan kucing untuk meminta hujan (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012). 

3.4  Proses Budaya Manten Kucing
Pertama yang harus dilakukan adalah mencari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masih perjaka dan masih gadis, fungsinya sepasang laki-laki dan perempuan tersebut untuk menggendong atau membawa sepasang kucing jantan dan kucing betina yang akan dinikahkan, kucing jantan digendong atau dibawa oleh laki-laki perjaka sedangkan kucing betina digendong atau dibawa oleh perempuan tersebut (wawancara subjek 2 tgl 08 april 2012). Sepasang kucing tersebut dirias seperti pengantin, demikian juga sepasang laki-laki dan perempuan yang menggendong sepasang kucing tersebut, juga dirias seperti pengantin dan menggunakan setelan kebaya pengantin (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012). Kemudian penganten kucing tersebut diarak keliling Tulungagung, apabila dilaksanakan di Desa Palem maka diarak mengelilingi desa atau kampung wawancara subjek 1 dan subjek 2 08 april 2012).  Setelah diarak, penganten kucing kembali lagi ke lokasi pelaminan. Kemudian Sepasang laki-laki dan perempuan yang membawa kucing, duduk bersanding di kursi pelaminan. Sementara dua Manten Kucing berada dipangkuan kedua laki-laki dan wanita yang mengenakan pakaian pengantin itu (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012). Upacara pernikahan dilakukandengan pembacaan doa-doa jawa yang dilakukan oleh para sesepuh desa (wawancara subjek 1 dan subjek 2 tgl 08 april 2012). Pembacaan doa juga diselingi dengan sholawatan dan permainan gamelan. Prosesi yang terakhir yaitu memandikan kucing dengan air terjun yang berasal dari Desa Palem. Meskipun prosesi dilakukan di Pendopo air yang digunakan untuk memandikan sepasang kucing tersebut tetap air terjun yang berasal dari Desa Palem
Pada saat dilakukan di dalam Pendopo, ritual pernikahan kucing dilakukan secara tertutup. Jadi yang mengetahui sesi ritual itu hanya sesepuh dan orang-orang yang berkepentingan saja. Sedangkan masyarakat lainnya menunggu diluar Pendopo sampai selesainya pernikahan sepasang kucing tersebut. Di depan Pendopo ditancapkan beberapa lidi yang diatas lidi tersebut terdapat beberapa cabe.
Budaya Manten Kucing merupakan  fenomena pernikahan hewan berupa kucing jantan dan kucing betina yang dilakukan sebagai sarana untuk mendatangkan hujan. Objek dari observasi ini adalah masyarakat Tulungagung yang melakukan dan melestarikan budaya Manten Kucing ini. Budaya ini telah ada sejak zaman dahulu kala yang terus dilestarikan oleh tiap generasi. Seiring dengan perkembangan zaman budaya Manten Kucing ini juga dilakukan untuk memperingati hari jadi Tulungagung.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan-gagasan, tindakan-tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Dalam budaya Manten Kucing ini, kita dapat menemukan gagasan–gagasan yang terdapat dalam doa-doa jawa yang digunakan untuk menikahkan sepasang kucing tersebut, juga gagasan berupa kepercayaan akan turunnya hujan ketika melakukan ritual Manten Kucing tersebut. Tindakan berupa proses tradisi  yaitu mengarak sepasang kucing beserta sepasang laki-laki dan perempuan yang menggendongnya, menikahkan dengan meletakkan sepasang kucing tersebut di pangkuan sepasang laki-laki dan perempuan yang menggendongnya secara berdampingan, memandikan sepasang kucing tersebut dan permainan gamelan yang mengiringi proses pernikahan sepasang kucing tersebut dan keseluruhan proses tersebut adalah hasil karya manusia yang diperoleh dari proses kebiasaan atau belajar.
Menurut JJ Honnigman, terdapat tiga wujud dari kebudayaan yaitu ideas, activition, dan artifacts. Ketiga wujud ini dapat kita temukan pada budaya Manten Kucing yaitu sebagai berikut:
1.      Kebudayaan merupakan suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-noma, peraturan-peraturan. Hal ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan, akan tetapi bersifat abstrak sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Wujud dari kebudayaan ini kita temukan dalam doa-doa jawa yang dikumandangkan oleh sesepuh untuk menikahkan sepasang kucing tersebut. Selain itu juga terdapat gagasan bahwa jika melakukan ritual tersebut maka akan turun hujan.
2.      Wujud kebudayaan yang kedua yaitu activition disebut juga dengan sistem sosial (social system) yaitu pola-pola tindakan manusia, misalnya berinteraksi, berhubungan, bergaul. Rangkaian aktivitas ini dapat kita temukan dalam budaya Manten Kucing berupa pengarakan sepasang kucing jantan dan betina beserta sepasang laki-laki dan perempuan yang menggendongnya, menikahkan sepasang kucing tersebut dengan meletakkan sepasang kucing tersebut di pangkuan sepasang laki-laki dan perempuan yang menggendongnya secara berdampingan, kemudian memandikan sepasang kucing tersebut serta permainan gamelan untuk mengiringi prosesi pernikahan.
3.      Wujud yang terakhir dari kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik. Kebudayaan fisik merupakan hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan hasil karya manusia. Bersifat paling konkrit dari pada dua wujud kebudayaan sebelumnya dan dapat didokumentasikan. Kebudayaan fisik pada prosesi Manten Kucing adalah alat-alat gamelan yang digunakan untuk memainkan gamelan pada saat prosesi pernikahan sepasang kucing tersebut, aksesoris yang dikenakan kucing pada saat menikah, baju pengantin atau kebaya yang digunakan sepasang laki-laki dan perempuan untuk menggendong kucing.




BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1      KESIMPULAN
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan-gagasan, tindakan-tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Salah satu bentuk kebudayaan yang ada di Indonesia khususnya pada masyarakat Jawa daerah Tulungagung yaitu budaya Manten Kucing. Tradisi ini telah lama berkembang di daerah Tulungagung dan menjadi sebuah ciri khas budaya tersebut.
Dari penjabaran diatas kita dapat mengetahui bahwa budaya khas yang terdapat di Tulungagung adalah budaya atau tradisi Manten Kucing. Budaya Manten Kucing ini berasal dari Desa Palem Kabupaten Tulungagung dan tetap dilestarikan sampai sekarang. Tradisi ini dilakukan sebagai upaya mendatangkan hujan. Dan mulai sejak tahun lalu tradisi ini dilakukan di Pendopo Tulungagung untuk memperingati hari jadi Tulungagung. Tradisi ini sempat menuai protes dari MUI (Majelis Ulama’ Indonesia ) karena perbuatan ini dianggap musyrik. Hasil dari protes itu kemungkinan besar tradisi Manten Kucing tidak akan lagi dilakukan di Pendopo Kabupaten Tulungagung, melainkan budaya Manten Kucing tersebut akan dikembalikan lagi kepada Desa Palem dan dilaksanakan oleh warga Desa Palem.

4.2      SARAN
Kebudayaan Manten Kucing termasuk kebudayaan yang sangat unik dan langka namun belum begitu terkenal di kancah budaya Indonesia oleh karena itu, Pemerintah yaitu dinas pariwisata dapat menjadikan seni ini sebagai salah satu aset budaya untuk pengembangan potensi daerah. Bekerjasama dengan bidang-bidang lain, misalnya ahli teknologi informasi untuk mempublikasikan keberadaan traidisi ini kepada dunia luar baik di Indonesia sendiri maupun untuk menarik minat wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia.








DAFTAR PUSTAKA

Koentjoroningrat. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT. Rineka Cipta,2002  
Muhammad, Abdulkadir. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2005       
Soelaeman, Munandar. Ilmu Budaya Dasar, Bandung: PT. Refika Aditama, 2010
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2007   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar