Karya
Wisata/ Study Tour di Tulungagung
A. PANTAI SIDEM
Pantai Sidem
Letaknya di sebelah barat pantai popoh, dan terdiri dari perkampungan yang bisa
di bilang padat penduduk. Letak pastinya adalah di Kecamatan Besuki, Kabupaten
Tulungagung, Jawa Timur. Lokasinya mudah dijangkau, kondisi jalan beraspal dan
halus. Perjalanan menuju lokasi dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan
pribadi maupun angkutan umum. Akan lebih mengasyikkan lagi bila Anda mau
berjalan kaki. Sepanjang jalan pengunjung bisa melihat pemandangan pohon jati
yang sejuk. Dari atas bukit terlihat birunya air laut serta perahu-perahu
nelayan yang mencari ikan. Kondisi udara di pantai sidem sangat sejuk, karena
tumbuhh beberapa pepohonan di sekitar pantai.
Harga tiket
masuk hanya Rp 3000 per orang.Kalau menggunakan kendaraan menambah biaya Rp
1.000 untuk sepeda motor, Rp 2.000 untuk mobil dan Rp 2.500 untuk bus.Selain
bermata pencarian nelayan, anda juga akan menemukan industri rumah tangga
dengan beragam produk. Seperti ikan asin maupun terasi yang telah dikemas rapi
serta siap untuk dibawa pulang sebagai buah tangan. Jangan lupa untuk mencicipi
kuliner khas di pantai ini, berupa rujak.
Di Pantai
Sidem ini pula lah kita mendapati pemandangan bagaimana dua arus air bertemu,
yakni antara air sungai dan air laut. Pertemuan air ini mengisyaratkan adanya
perbedaan nyata antara warna air sungai dan air laut.
Di perkampungan nelayan ini
wisatawan dapat menemukan industri rumah tangga dengan produk yang dihasilkan
seperti berbagai ikan asin dan terasi vang telah dikemas rapi, serta siap untuk
dibawa pulang sebagai buah tangan. Dari kampung nelayan di Pantai Sidem ini
pula, dapat dinikmati PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) yang diresmikan oleh
Bapak Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1994, dengan kemampuan sekitar
30 Mega Watt. Kedua lokasi wisata pantai ini dapat dicapai melalui jalan darat
vang telah beraspal dengan baik dan hanya memerlukan waktu tempuh sekitar 30
menit dari kota Tulungagung.
B.
PANTAI
CORO
Pantai ini memiliki panjang
sekitar 400 meter, pasirnya berwarna putih dan tidak kalah dengan pantai lain
yang ada di Jawa Timur dan pasirnya lembut dan bersih. Selain itu daya tarik
lain pada pantai yang berjarak sekitar 1,5 Km dari padepokan Retjo sewu menuju
ke timur ini keberadaannya masih alami dan belum banyak tergarap serta ombak
pantai juga tidak terlalu besar. Lebih dari itu air laut pantai sangat jernih
sehingga permukaan dasar laut bisa dilihat dengan mata telanjang, seperti semua
karang dan tumbuhan laut.
Pantai Coro
Apa yang menarik dari pantai ini? Pantai yang memiliki panjang sekitar 400
meter, pasirnya berwarna putih, bersih, dan lembut. Menjadikan Pantai Coro
tidak kalah dengan pantai lain yang ada di Jawa Timur. Selain itu daya tarik
lain pada pantai yang berjarak sekitar 1,5 km timur padepokan "Retjo
Sewu" adalah keberadaannya yang masih natural, belum banyak tergarap,
serta ombak pantai juga tidak terlalu besar.
Lebih dari itu
air laut pantai sangat jernih sehingga permukaan dasar laut bisa dilihat dengan
mata telanjang, seperti semua karang dan tumbuhan laut.
Di pantai yang
menurut cerita dulunya banyak hewan coro (kecoak), juga banyak sekali dijumpai
batu karang, tumbuhan dan hewan laut. Pengunjung bisa melihat dengan jelas
tumbuhan dan hewan laut hidup di batu-batu karang di sepanjang pantai yang
berbentuk teluk tersebut. Dan semua itu akan lebih jelas terlihat ketika air
laut mulai surut.
Bagi mereka
yang suka mengoleksi aneka kulit kerang bisa datang ke tempat ini, karena
banyak sekali jenis kulit kerang yang terdampar di bibir pantai, begitu juga
dengan batu karang yang terdapat di hamparan pasir putih yang luas.
C.
PANTAI
POPOH
Pantai Indah Popoh
dilengkapi dengan sarana penginapan, pasar ikan, wisata bahari dan beberapa
tempat yang asyik untuk memancing. Setiap bulan Suro(Muharam) diselenggarakan
Upacara "Labuh Semboyo". Masih dikawasan Pantai Popoh dapat menikmati
obyek wisata "Reco sewu" dan laut bebas. Di sepanjang perjalanan
menuju Popoh (Boyolangu, Campurdarat, Besuki) terdapat kerajinan batu onix
sebagai souvenir khas Tulungagung. Kita dapat menggunakan motor boat untuk
menelusuri pantai sidem, Klatak, Gemah dan Bayeman. Tulungagung merupakan salah
satu kabupaten di Jawa Timur. Kabupaten ini memiliki beberapa objek wisata yang
cukup menarik seperti Bendungan
Wonorejo dan wisata Pantai Popoh. Pantai Popoh
merupakan objek wisata andalan kabupaten ini.
Pantai Indah Popoh
terletak di Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur sekitar
30 kilometer dari pusat Kota Tulungagung dan bisa ditempuh selama 1 jam
perjalanan. Pantai Popoh ini berbentuk teluk yaitu laut yang menjorok ke darat
dan berada di timur Pegunungan Kidul.
Pantai ini berhadapan
langsung dengan Samudera Hindia yang terkenal ganas ombaknya. Namun di Pantai
Popoh ini ombaknya relatif tenang. Sebenarnya Pantai Popoh terbagi menjadi 2
bagian. Pertama di sebelah timur dengan kondisi pantai penuh batu karang dan
ombak yang ganas. Sedangkan di Pantai Popoh sebelah barat ini kondisi pantainya
landai dengan ombak yang tidak terlalu besar.
Pantai yang berada tidak
jauh dari Pantai Sidem dan Pantai
Prigi ini berpasir putih kecoklatan dengan dihiasi pohon
kelapa yang tumbuh di sepanjang tepi pantai. Memandang ke tengah laut, terlihat
puluhan perahu nelayan yang sedang melakukan aktivitasnya sehari-hari.
D.
PANTAI
SINE
Pantai Sine
terletak di desa Kalibatur, kecamatan Kalidawir, 35 Km arah selatan kota
Tulungagung. Pantai Sine ini merupakan pantai bebas dengan ombak yang cukup
besar selain itu Pantai Sine ini merupakan pantai alam berbentuk teluk di
pesisir selatan Kabupaten Tulungagung.
Selain
menyajikan keindahan alami Pantai Sine ini juga menyajikan keragaman budaya
lokal masyarakat sekitar, seperti kesenian wayang kulit yang dipertunjukkan
setiap tanggal satu suro. Ditambah lagi, prosesi larung sesaji yang dipercaya
untuk mengusir semua hal-hal buruk ataupun acara mencuci atau memandikan
senjata kuno seperti keris dan tombak dari para sesepuh masyarakat.
Tidak jauh dari Pantai
Popoh, terdapat obyek yang siap menanti para wisatawa, yaitu Pantai Sine. Bagi
wisatawan yang gemar berjemur di pasir tidak usah jauh-jauh ke Bali, datang
saja ke hamparan pasir di Pantai Sine Tulungagung. Pada cuaca yang cerah dari
pantai ini kita dapat menyaksikan matahari terbit secara langsung. Disepanjang
pantai selatan yang masuk wilayah Tulungagung.
Di pantai ini sudah banyak
perkampungan nelayan, selain itu para wisatawan dapat menemukan industri rumah
tangga dengan produk yang dihasilkan seperti berbagai ikan asin dan terasi vang
telah dikemas rapi, serta siap untuk dibawa pulang sebagai buah tangan. Dari
kampung nelayan di Pantai Sidem ini pula, dapat dinikmati PLTA (Pembangkit
Listrik Tenaga Air) yang diresmikan oleh Bapak Menteri Pertambangan dan Energi
pada tahun 1994, dengan kemampuan sekitar 30 Mega Watt. Kedua lokasi wisata pantai
ini dapat dicapai melalui jalan darat vang telah beraspal dengan baik dan hanya
memerlukan waktu tempuh sekitar 30 menit dari kota Tulungagung.
E.
TELAGA
BURET
Telaga Buret berada di
Dusun Buret desa Sawo Kecamatan Campurdarat. Kondisi telaga ini masih asli.
Pemandangannya masih murni dan begitu indah. Telaga buret merupakan tempat
wisata yang mudah dijangkau alat transportasi.
Salah satu telaga yang masih mampu mengeluarkan sumber air dari sungai
bawah tanah walau smakin menyusut debet air yang dikeluarkan karena pengaruh
iklim dan penggundulan hutan namun masih bisa untuk mengairi sawah dari
sebagian tiga desa,meski bergilir yaitu ds,sawo,ngentrong dan Gedangan
Menurut kepercayaan yang menguasai ( mbau rekso) di telaga Buret adalah
MbahDjiigangdjojo. Dalam cerita sebetulnya mbah Djigangdjojo itu juga seorang
pangeran tetapi oleh sebab termasuk pangeran yang sudah tua, maka lazimnya
orang-orang lalu menyebutnya mbah Djigangdjojo begitu saja.
Mungkin pengeran Djigangdjojo itu juga seorang pelarian yang tujuannya
sama dengan Pangeran Benowo di Bedalem hanya tempatnya menepi di telaga Buret.
Mbah Djigangdjojo kesenangannya adu jago. Sampai sekarang ini masih dipercayai kalu mbah Djigangdjojo itu kalah jagonya, maka keadaan ikan-ikan di rawa-rawa kelihatan banyak sekali.
Mbah Djigangdjojo kesenangannya adu jago. Sampai sekarang ini masih dipercayai kalu mbah Djigangdjojo itu kalah jagonya, maka keadaan ikan-ikan di rawa-rawa kelihatan banyak sekali.
Mbah Djigangdjojo mempunyai 2 orang anak yang seorang bernama Sekardjojo
tempatnya masih menjadi satu ditelaga Buret berkumpul dengan mbah Djigangdjojo,
sedang yang seorang bernama Kembangsore bertempat dibawah dawuhan/jempatan desa
Gedangan.
Keadaan telaga Buret sampai sekarang seakan-akan masih tampak keangkerannya. Tak ada yang berani mengambil ikan dari sekitar Telaga itu, karena menurut kepercayan kalu ada yang berani mengambil, akhirnya tidak antara lama pasti menderita/mendapat halangan. Kecuali kalau ikan tadi sudah berada di dawuhan Malang, biarpun asalnya dari telaga Buret tetapi sudah bisa diambil oleh siapapun saja. Bagi desa Sawo, Gedangan dan Ngentrong telaga Buret merupakan tempat yang dianggap keramat.
Keadaan telaga Buret sampai sekarang seakan-akan masih tampak keangkerannya. Tak ada yang berani mengambil ikan dari sekitar Telaga itu, karena menurut kepercayan kalu ada yang berani mengambil, akhirnya tidak antara lama pasti menderita/mendapat halangan. Kecuali kalau ikan tadi sudah berada di dawuhan Malang, biarpun asalnya dari telaga Buret tetapi sudah bisa diambil oleh siapapun saja. Bagi desa Sawo, Gedangan dan Ngentrong telaga Buret merupakan tempat yang dianggap keramat.
Tiga desa tersebut tiap 1 tahun sekali tepat pada bulan Selo, hari
Jum’at Legi bersama-sama mengadakan ulu-ulu/slamatan disitu. Menurut cerita
bapak Kepala desa Gedangan (Moedjono) kalau setiap tahun desa-desa tadi tidak
mengadakan ulur-ulur (slametan) ke telaga Buret itu, maka banyak terjadi
halangan didesanya. Oleh sebab itu hingga sekarang tidak berani meninggalkan
kebiasaan tersebut. Kecuali itu telaga buret masih menjadi tempat menepi bagi
orang-orang yang akan magang lurah, kedatangannya kesitu untuk mencari timbul.
Sewaktu-waktu sudah berhasil/tercapai cita-citanya lalu mengadakan
slametan/nyadran ke telaga tersebut.
F.
BENDUNGAN
WONOREJO
Bendungan / waduk WONOREJO
berada di desa Wonorejo Kec. Pagerwojo sebelah barat kota Tulungagung. Waduk
ini debit 15.000 m3 per detik, berfungsi sebagai pembangkit tenaga listrik,
pengairan, perikanan, olah raga air dan tempat rekreasi, yang dilengkapi dengan
Gazebo, Home stay, Taman, area pemancingan, speed boad penginapan dan tempat
pementasan seni tradisional. Waduk
Wonorejo berada di kabupaten Tulungagung sebelah selatan kaki gunung wilis
tepatnya Lokasi bendungan berada pada Kali
Gondang, ± 400 meter di hilir pertemuan antara Kali Bodeng dengan Kali Wangi.
Hulu Kali Gondang berada di selatan Gunung Wilis. dibangun sebagai pengendalian
banjir di kota seluas 1.055,65 kilometer persegi itu.
Dalam
sejarah pembangunannya, sebanyak 995 keluarga telah dipindahkan dari tempatnya
bermukim. Dalam sejarah pembangunannya, sebanyak 995 keluarga telah
dipindahkan dari tempatnya bermukim. Dalam sejarah pembangunannya,
sebanyak 995 keluarga telah dipindahkan dari tempatnya bermukim.Total
pembiayaan yang telah dikeluarkan untuk proyek ini mencapai Rp22,049 milyar,
clitambah 18,71 milyar yen dana bantuan Pemerintah Jepang. Setelah
pembangunan waduk selesai, Perusahaan Listrik Negara (PLN), melengkapi dengan
membangun jaringan listrik, seluruh biaya untuk instalasi listrik sebesar Rp
10,9 milyar, plus 577 juta yen dari Pemerintah Jepang.Bendungan
ini memiliki sejumlah fungsi penting antara
lain, menyediakan air baku untuk
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebanyak ·delapan meter kubik per detik, mengusahakan
pembangkit tenaga listrik 6,02 megawatt, mengendalikan
banjir bagi daerah seluas 1.479 hektar, dan mendukung irigasi pertanian untuk sawah
seluas 1.200 hektar. fungsit lainnya adalah untuk masyarakat
di sekitarnya. Seperti budidaya perikanan, kawasan sabuk hijau untuk tanaman keras
produktif, serta pariwisata. Untuk perikanan,
Waduk Wonorejo dapat 200 ton ikan per tahun.Bendungan
waduk wonorejo adalah salah satu yang terbesar
se asia tenggarasebagai tempat wisata juga Dalam tabel kunjunga
Wisatawan Tulungagnung pengunjung waduk wonorejo sejak tahun 1999 terus
menurun. Dari 323.201 orang pada tahun 1999, turun menjadi 292.039 orang pada
tahun 2000, dan anjlok lagi menjadi 270.535 orang pada tahun 2001.
Penurunan itu tergambar
dari anjloknya jumlah wisatawan di obyek-obyek wisata tertentu, seperti di Goa
Tritis (dari 1.084 di tahun 2000 menjadi 887 orang pada tahun 2001), Goa Pasir
(dari 2.316 menjadi 2.253 orang), dan Can-di Ngampel (dari 541 orang menjadi
hanya sembilan orang).
Pariwisata memang
menyangkut soal bagaimana si pengelola kawasan wisata menyediakan fasilitas
demi kenyamanan pengunjung.
G.
KAWASAN
LAWEAN PENAMPIHAN SENDANG
Air terjun Lawehan salah
satu potensi wisata Kabupaten Tulungagung, berada di dusun Turi, desa Geger,
Kecamatan Sendang. Lebih kurang 25 km arah barat dari kota Tulungagung, yang
merupakan bagian dari Lereng Wilis dengan ketinggian + 1.200 m diatas permukaan
air laut. Untuk menuju lokasi harus berjalan kaki + 3 km melewati indahnya
panorama perbukitan, dan sembilan kali menyeberangi sungai di hutan yang msih
perawan. Menurut kepercayaan penduduk setempat, daerah ini dikuasai oleh Mbok
Roro Dewi Gangga, Mbok Roro Cenethi, Mbok Roro Wilis, dan Mbok Roro Endang
Sampur?. Penduduk setempat juga meyakini, Barang siapa yang mandi di air terjun
ini akan sembuh dari penyakitnya. Karena khasnya jalan menuju obyek ini, yang
naik, turun licin, curam dan menerobos semak belukar, maka sangat cocok bagi
mereka yang suka tantangan dan pecinta alam. Aapalagi disekitar air terjun
banyak tumbuh tanaman anggrek yang masih langka.
H.
CANDI
PENAMPIHAN
Candi penampihan terletak di dusun turi desa geger kecamatan sendang
kabupaten tulungagung lebih kurang 32 km dari jantung kota ke arah barat laut.
Berada di lereng gunung wilis dengan ketinggihan 815 mdpl. Jalan menuju lokasi
saat ini 97 % sudah beraspal korea 2 % aspal biasa dan 1 % rabat beton, jadi
kalau kesana membawa sepeda motor bisa langsung nyampek area lokasi candi.
Kenapa jalannya bagus dan memadai karena kawasan ini oleh pemda tulungagung
dijadikan kawasan agropolitan yaitu kawasan yang khusus untuk memproduksi
berbagai tanaman sayur mayur dan saat ini cukup banyak investor lokal dan
investor asing yang masuk.Area sekitar candi penampihan sejak jaman kolonial
Belanda terkenal sebagai penghasil teh. Hal ini terbukti dari sisa-sisa puing
bangunan peninggalan Belanda yang dulu menjadi saksi. Namun semenjak awal tahun
2000an karena harga teh yang tak stabil dan terus merugi perusahaan yang
pengelolaannya dibawah Puskopad tersebut gulung tikar. Lahan-lahan yang dulu
menjadi kebun teh kini dialih fungsikan untuk menanam tenaman sayur-mayur,
Lahan-lahan tersebut kini sudah menjadi milik warga dengan status hak milik.
Saat ini masih disisakan lahan sekitar 1 hektar di sekitar situs Candi
Penampihan.
Candi Penampihan merupakan candi Hindu, memiliki 3 teras dengan posisi
Candi utama terletak di bagian paling atas. Bentuknya seperti timbunan padi
sebagai perlambang kemakmuran. Candi lain bentuknya seperti kura-kura yang
dikelilingi arca naga. Mengenai candi yang susunannya berbentuk Kura-kura
melambangkan perwujudan dewa-dewa Wisnu. Awalnya di atas candi ada arca Bima
namun hilang. Teras kedua untuk tantri. Sedangkan di teras ketiga terletak
prasasti. Prasasti tersebut bernama prasasti Tinulat. Prasasti ini ditulis
dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno dengan cerita yang tertulis di prasasti,
candi ini diperkirakan dibangun sekitar abad 9 hingga 10 pada era kerajaan
Mataram Hindu semasa era pemerintahan Dyah Balitung. Tersebut juga dalam
prasasti nama Mahesa Lalaten namun tiada sumber yang cukup mengenai siapakah
sosok tersebut. “Disebut juga kisah seorang Raja Putri. Diperkirakan raja putri
tersebut adalah Dewi Kilisuci, Seorang raja putri dari kediri tertulis di
Prasasti ada di bagian bawah. Di candi ini dulunya juga ada arca Dwarapala
namun arca tersebut hilang di tahun 2000an. Di sebelah utara ada relief dengan
menggunakan gambar 3 ekor Gajah. Ada gambar hewan-hewan yang hidup di daerah
ini seperti kera, burung, ular, ayam.
Candi Penampihan dulunya menjadi tempat pemujaan mulai era Mataram
Hindu, Singosari, Kediri hingga Majapahit. Di prasasti tersebut tercatat juga
nama Wilis yang kemudian dikenal menjadi nama gunung ini. Wilis sendiri artinya
hijau, subur.
Konon legendanya Gunung Wilis dulunya merupakan gunung yang aktif. Karena terjadi Samudra Mertana atau pemutaran Air Samudera akhirnya terjadi perpindahan dan memunculkan banyak sumber air yang meredam aktifitas gunung sehingga sekarang Wilis tak lagi aktif.
Konon legendanya Gunung Wilis dulunya merupakan gunung yang aktif. Karena terjadi Samudra Mertana atau pemutaran Air Samudera akhirnya terjadi perpindahan dan memunculkan banyak sumber air yang meredam aktifitas gunung sehingga sekarang Wilis tak lagi aktif.
Mengenai asal-usul nama candi penampihan berawal dari kisah seorang
pembesar dari Ponorogo yang jatuh hati dengan putri dari Kediri yaitu dewi
kilisuci. Ternyata lamarannya ditolak kalaupun diterima ada begitu banyak
permintaan. Dari Kediri pulang kemudian mampir di daerah ini. Menggunakan candi
ini sebagai tempat pemujaan dan menyepi. “ Penampihan artinya penolakan. Bisa
juga Tampi menerima namun dengan syarat”
I.
GOA
TAN TEK SUE
Tidak jauh dari lokasi
kedua obyek tersebut terdapat Goa Tan tek Sue. Goa ini biasanya banyak
dikunjungi umat Khonghucu pada tiap hari besar agama Khonghucu. Bagi para
pelancong rasanya belum lengkap kalau belum menikmati buah Durian yang banyak
tumbah di daerah ini. Durian dari daerah ini dikenal dengan nama 'Durian
Bajul'. Setelah lelah menikmati berbagai obyek, para pelancong dapat istirahat
di penginapan Argo Wilis 'Genceng'. Udaranya yang sejuk dan pemandangan
disekitar yang indah, membuat siapapun akan betah berlama-lama di penginapan
tersebut.
J.
GOA
SELOMANGLENG
Kompleks Goa Selomangleng
yang menempati areal kehutanan di lingkungan BKPH Kalidawir, atau tepatnya di
Dusun Sanggrahan Kidul, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, merupakan lereng
Jurang Sanggrahan yang cukup terjal. Berbatasan dengan kebun milik penduduk,
kompleks ini dapat dibedakan atas dua bagian, yakni bagian yang sekarang agak
datar yang berada di bagian bawah, serta bagian yang terjal di bagian atas. Di
bagian pertama itulah terdapat dua buah goa, sedangkan sebuah candi terdapat di
bagian kedua.
Ketiga kekunoan tersebut
merupakan hasil pengerjaan pada bongkahan batu besar, memenuhi hampir seluruh
sisa bagian atas batu. Goa pertama berada di bagian tanah yang relatif datar,
merupakan hasil pengerukan terhadap sebuah bongkah batu besar (monolit) dengan
bentuk mulut persegi empat sebanyak dua buah. Gua pertama dihiasi dengan
relief, sedangkan goa kedua tidak memilki relief. Lahan yang ditempati
bongkahan batu bergoa tersebut meliputi areal seluas 29,5 m x 26 m. Ukuran
bagian dalam goa pertama adalah: panjang 360 cm, lebar 175 cm, dan dalam ceruk
380 cm. Mulut goa mengahadap ke arah arah barat. Relief dipahatkan pada panel
di dinding sisi timur dan utara. Hiasan itu menggambarkan bagian dari cerita
Arjunawiwaha, yakni ketika Indra memerintahkan bidadarinya untuk menggoda
Arjuna di Gunung Indrakila.
Digambarkan pula adegan
ketika bidadari menuruni awan dari kahyangan ke bumi. Gua kedua terletak di
bagian selatan dari goa pertama, pada bongkah yang sama, tetapi pada posisi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan goa pertama. Goa yang di bagian selatan
ini menghadap ke selatan dan tidak memiliki hiasan apapun di dalamnya.
Ukurannya panjang 360 cm dan lebar 200 cm
Beberapa meter di sebelah
timur goa tersebut, pada tempat yang lebih tinggi terdapat bongkahan batu yang
dipahatkan kaki dan batur candi berdenah persegi empat dengan ukuran panjang
490 cm dan lebar 475 cm. Dinding batur candi tersebut dihiasi palang Yunani
berbingkai bujursangkar.
Latar Belakang Sejarah
Secara khusus tidak
dijumpai keterangan yang dapat diacu untuk mengenal lebih dalam lagi latar
belakang sejarah situs tersebut. Menghubungkan kesamaan relief yang terdapat di
goa Selomangleng dengan yang dijumpai di Petirtaan Jalatunda, A. J. Bernet
Kempers menduga bahwa situs tersebut dibuat dan digunakan pada akhir abad X.
Sebaliknya, berdasarkan cara pemahatan dan penataan rambut tokoh-tokohnya,
Satyawati Suleiman, berpendapat bahwa goa tersebut berasal dari masa awal
Majapahit.
Di Tulungagung, relief yang
dipahatkan mengambil cerita bagian dari Arjunawiwaha, khususnya pada episode
penggodaan bidadari terhadap Arjuna yang sedang menjalankan tapa. Ini
mencerminkan kedekatan mereka akan wiracarita gubahan para pujangga sejak zaman
Kerajaan Kadiri. Sekaligus untuk mengingatkan mereka akan laku yang sedang
ditekuninya, serta harapan bahwa kekuatan yang terkandung dalam kisah cerita
tersebut dapat terwujud.
K.
CANDI DADI
Komplek Candi Dadi berada
pada ketinggian 360 m dari permukaan laut, berada di areal kehutanan di
lingkungan RPH Kalidawir. Candi ini memiliki candi tunggal yang tidak memiliki
tangga masuk, hiasan, maupun arca. Candi tersebut berdiri tegak pada puncak
sebuah bukit di lingkungan pegunungan Walikukun. Denah candi berbentuk
bujursangkar dengan ukuran panjang 14 m, lebar 14 m, dan tingi 6,50 m.
Bangunan berbahan batuan
andesit itu terdiri atas batur dan kaki candi. Berbatur tinggi dan berpenampil
pada setipa sisinya. Bagian atas batur merupakan kaki candi yang berdenah segi
delapan, pada permukaan tampak bekas tembok berpenampang bulat yang kemungkinan
berfungfi sebagai sumuran. Diameter sumuran adalah 3,35 dengan kedalaman 3 m.
Dalam perjalanan ke lokasi
ini dapat dilihat sisa bangunan kuna yang masing-masing disebut Candi Urung,
Candi Buto dan candi Gemali. Candi-candi yang disebut belakangan dapat
dikatakan tidak terlihat lagi bentuknya, kecuali gundukan batuan andesit,
itupun sudah dalam jumlah yang sangat kecil yang menandai keberadaannya dahulu.
Latar Belakang Sejarah
Berakhirnya kekuasaan Hayam
wuruk juga merupakan masa suram bagi kehidupan agama Hindu-Budha. Pertikaian
politik yang terjadi di lingkungan kraton memunculkan kekacauan, seiring dengan
munculnya agama Islam. Dalam kondisi yang demikian, penganut Hindu-Budha yang
berupaya menjauhkan diri dari pertikaian yang ada melakukan pengasingan agar
tetap dapat menjalankan kepercayaan/tradisi yang dimilikinya.
Sebagian besar memilih
bukit-bukit atau setidaknya kawasan yang tinggi dan sulit dijangkau. Biasanya
tempat baru yang mereka pilih merupakan tempat yang jauh dari pusat keramaian
maupun pusat pemerintahan. Candi Dadi adalah salah satu dari karya arsitektural
masa itu, sekitar akhir abat XIV hingga akhir abat XV.[sumber:
tulungagung.go.id]
L.
CANDI
SANGGRAHAN
Candi Sanggrahan terletak
di Dusun Sanggrahan, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu. Secara umum kompleks
Candi Sanggrahan terdiri atas sebuah bangunan induk dan dua buah sisa bangunan
kecil lainnya. Bangunan induk menggunakan batuan andesit dengan isian bata. Bangunan
induk berukuran panjang 12,60 m, lebar 9,05 m, dan tinggi 5,86 m. Bangunan ini
terdiri atas empat tingkat yang masing-masing berdenah bujursangkar dengan arah
hadap ke barat.
Bangunan kecil yang berada
disebelah timur bangunan induk hanya tersisa bagian bawahnya saja. Di tempat
ini dulu terdapat lima buah arca Budha yang masing-masing memiliki posisi mudra
yang berbeda (demi keamanan arca tersebut sekarang tersimpan di rumah Juru
Pelihara).
Bangunan Candi Sanggrahan
berada pada teras/undakan berukuran 5,10 m x 42,50 m. Pagar penahan undakan itu
adalah bata setinggi tidak kurang dari dua meter.
Latar Belakang Sejarah
Para ahli sejarah menduga
bahwa Candi Sanggrahan dibangun sebagai tempat peristirahatan rombongan pembawa
jenazah pendeta wanita Budha kerajaan Majapahit bernama Gayatri yang bergelar
Rajapadmi. Jenazah itu dibawa dari Kraton Majapahit untuk menjalani upacara
pembakaran di sebuat tempat di sekitar Boyolangu. Belakangan abu jenazahnya
disimpan di Candi Boyolangu. Dimungkinkan Candi Sanggrahan dibangun pada jaman
Majapahit masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1359 – 1389 M).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar