Senin, 16 Maret 2015

Tempat Wisata di Tulungagung



Karya Wisata/ Study Tour di Tulungagung

A.    PANTAI SIDEM
Pantai Sidem Letaknya di sebelah barat pantai popoh, dan terdiri dari perkampungan yang bisa di bilang padat penduduk. Letak pastinya adalah di Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Lokasinya mudah dijangkau, kondisi jalan beraspal dan halus. Perjalanan menuju lokasi dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Akan lebih mengasyikkan lagi bila Anda mau berjalan kaki. Sepanjang jalan pengunjung bisa melihat pemandangan pohon jati yang sejuk. Dari atas bukit terlihat birunya air laut serta perahu-perahu nelayan yang mencari ikan. Kondisi udara di pantai sidem sangat sejuk, karena tumbuhh beberapa pepohonan di sekitar pantai.
Harga tiket masuk hanya Rp 3000 per orang.Kalau menggunakan kendaraan menambah biaya Rp 1.000 untuk sepeda motor, Rp 2.000 untuk mobil dan Rp 2.500 untuk bus.Selain bermata pencarian nelayan, anda juga akan menemukan industri rumah tangga dengan beragam produk. Seperti ikan asin maupun terasi yang telah dikemas rapi serta siap untuk dibawa pulang sebagai buah tangan. Jangan lupa untuk mencicipi kuliner khas di pantai ini, berupa rujak.
Di Pantai Sidem ini pula lah kita mendapati pemandangan bagaimana dua arus air bertemu, yakni antara air sungai dan air laut. Pertemuan air ini mengisyaratkan adanya perbedaan nyata antara warna air sungai dan air laut.
Di perkampungan nelayan ini wisatawan dapat menemukan industri rumah tangga dengan produk yang dihasilkan seperti berbagai ikan asin dan terasi vang telah dikemas rapi, serta siap untuk dibawa pulang sebagai buah tangan. Dari kampung nelayan di Pantai Sidem ini pula, dapat dinikmati PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) yang diresmikan oleh Bapak Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1994, dengan kemampuan sekitar 30 Mega Watt. Kedua lokasi wisata pantai ini dapat dicapai melalui jalan darat vang telah beraspal dengan baik dan hanya memerlukan waktu tempuh sekitar 30 menit dari kota Tulungagung.
B.     PANTAI CORO
Pantai ini memiliki panjang sekitar 400 meter, pasirnya berwarna putih dan tidak kalah dengan pantai lain yang ada di Jawa Timur dan pasirnya lembut dan bersih. Selain itu daya tarik lain pada pantai yang berjarak sekitar 1,5 Km dari padepokan Retjo sewu menuju ke timur ini keberadaannya masih alami dan belum banyak tergarap serta ombak pantai juga tidak terlalu besar. Lebih dari itu air laut pantai sangat jernih sehingga permukaan dasar laut bisa dilihat dengan mata telanjang, seperti semua karang dan tumbuhan laut.
Pantai Coro Apa yang menarik dari pantai ini? Pantai yang memiliki panjang sekitar 400 meter, pasirnya berwarna putih, bersih, dan lembut. Menjadikan Pantai Coro tidak kalah dengan pantai lain yang ada di Jawa Timur. Selain itu daya tarik lain pada pantai yang berjarak sekitar 1,5 km timur padepokan "Retjo Sewu" adalah keberadaannya yang masih natural, belum banyak tergarap, serta ombak pantai juga tidak terlalu besar.
Lebih dari itu air laut pantai sangat jernih sehingga permukaan dasar laut bisa dilihat dengan mata telanjang, seperti semua karang dan tumbuhan laut.
Di pantai yang menurut cerita dulunya banyak hewan coro (kecoak), juga banyak sekali dijumpai batu karang, tumbuhan dan hewan laut. Pengunjung bisa melihat dengan jelas tumbuhan dan hewan laut hidup di batu-batu karang di sepanjang pantai yang berbentuk teluk tersebut. Dan semua itu akan lebih jelas terlihat ketika air laut mulai surut.
Bagi mereka yang suka mengoleksi aneka kulit kerang bisa datang ke tempat ini, karena banyak sekali jenis kulit kerang yang terdampar di bibir pantai, begitu juga dengan batu karang yang terdapat di hamparan pasir putih yang luas.
C.    PANTAI POPOH
Pantai Indah Popoh dilengkapi dengan sarana penginapan, pasar ikan, wisata bahari dan beberapa tempat yang asyik untuk memancing. Setiap bulan Suro(Muharam) diselenggarakan Upacara "Labuh Semboyo". Masih dikawasan Pantai Popoh dapat menikmati obyek wisata "Reco sewu" dan laut bebas. Di sepanjang perjalanan menuju Popoh (Boyolangu, Campurdarat, Besuki) terdapat kerajinan batu onix sebagai souvenir khas Tulungagung. Kita dapat menggunakan motor boat untuk menelusuri pantai sidem, Klatak, Gemah dan Bayeman. Tulungagung merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur. Kabupaten ini memiliki beberapa objek wisata yang cukup menarik seperti Bendungan Wonorejo dan wisata Pantai Popoh. Pantai Popoh merupakan objek wisata andalan kabupaten ini. 
Pantai Indah Popoh terletak di Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Tulungagung dan bisa ditempuh selama 1 jam perjalanan. Pantai Popoh ini berbentuk teluk yaitu laut yang menjorok ke darat dan berada di timur Pegunungan Kidul.
Pantai ini berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang terkenal ganas ombaknya. Namun di Pantai Popoh ini ombaknya relatif tenang. Sebenarnya Pantai Popoh terbagi menjadi 2 bagian. Pertama di sebelah timur dengan kondisi pantai penuh batu karang dan ombak yang ganas. Sedangkan di Pantai Popoh sebelah barat ini kondisi pantainya landai dengan ombak yang tidak terlalu besar.
Pantai yang berada tidak jauh dari Pantai Sidem dan Pantai Prigi ini berpasir putih kecoklatan dengan dihiasi pohon kelapa yang tumbuh di sepanjang tepi pantai. Memandang ke tengah laut, terlihat puluhan perahu nelayan yang sedang melakukan aktivitasnya sehari-hari.

D.    PANTAI SINE
Pantai Sine terletak di desa Kalibatur, kecamatan Kalidawir, 35 Km arah selatan kota Tulungagung. Pantai Sine ini merupakan pantai bebas dengan ombak yang cukup besar selain itu Pantai Sine ini merupakan pantai alam berbentuk teluk di pesisir selatan Kabupaten Tulungagung.
Selain menyajikan keindahan alami Pantai Sine ini juga menyajikan keragaman budaya lokal masyarakat sekitar, seperti kesenian wayang kulit yang dipertunjukkan setiap tanggal satu suro. Ditambah lagi, prosesi larung sesaji yang dipercaya untuk mengusir semua hal-hal buruk ataupun acara mencuci atau memandikan senjata kuno seperti keris dan tombak dari para sesepuh masyarakat.
Tidak jauh dari Pantai Popoh, terdapat obyek yang siap menanti para wisatawa, yaitu Pantai Sine. Bagi wisatawan yang gemar berjemur di pasir tidak usah jauh-jauh ke Bali, datang saja ke hamparan pasir di Pantai Sine Tulungagung. Pada cuaca yang cerah dari pantai ini kita dapat menyaksikan matahari terbit secara langsung. Disepanjang pantai selatan yang masuk wilayah Tulungagung.
Di pantai ini sudah banyak perkampungan nelayan, selain itu para wisatawan dapat menemukan industri rumah tangga dengan produk yang dihasilkan seperti berbagai ikan asin dan terasi vang telah dikemas rapi, serta siap untuk dibawa pulang sebagai buah tangan. Dari kampung nelayan di Pantai Sidem ini pula, dapat dinikmati PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) yang diresmikan oleh Bapak Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1994, dengan kemampuan sekitar 30 Mega Watt. Kedua lokasi wisata pantai ini dapat dicapai melalui jalan darat vang telah beraspal dengan baik dan hanya memerlukan waktu tempuh sekitar 30 menit dari kota Tulungagung.
E.     TELAGA BURET
Telaga Buret berada di Dusun Buret desa Sawo Kecamatan Campurdarat. Kondisi telaga ini masih asli. Pemandangannya masih murni dan begitu indah. Telaga buret merupakan tempat wisata yang mudah dijangkau alat transportasi.
Salah satu telaga yang masih mampu mengeluarkan sumber air dari sungai bawah tanah walau smakin menyusut debet air yang dikeluarkan karena pengaruh iklim dan penggundulan hutan namun masih bisa untuk mengairi sawah dari sebagian tiga desa,meski bergilir yaitu ds,sawo,ngentrong dan Gedangan
Menurut kepercayaan yang menguasai ( mbau rekso) di telaga Buret adalah MbahDjiigangdjojo. Dalam cerita sebetulnya mbah Djigangdjojo itu juga seorang pangeran tetapi oleh sebab termasuk pangeran yang sudah tua, maka lazimnya orang-orang lalu menyebutnya mbah Djigangdjojo begitu saja.
Mungkin pengeran Djigangdjojo itu juga seorang pelarian yang tujuannya sama dengan Pangeran Benowo di Bedalem hanya tempatnya menepi di telaga Buret.
Mbah Djigangdjojo kesenangannya adu jago. Sampai sekarang ini masih dipercayai kalu mbah Djigangdjojo itu kalah jagonya, maka keadaan ikan-ikan di rawa-rawa kelihatan banyak sekali.
Mbah Djigangdjojo mempunyai 2 orang anak yang seorang bernama Sekardjojo tempatnya masih menjadi satu ditelaga Buret berkumpul dengan mbah Djigangdjojo, sedang yang seorang bernama Kembangsore bertempat dibawah dawuhan/jempatan desa Gedangan.
Keadaan telaga Buret sampai sekarang seakan-akan masih tampak keangkerannya. Tak ada yang berani mengambil ikan dari sekitar Telaga itu, karena menurut kepercayan kalu ada yang berani mengambil, akhirnya tidak antara lama pasti menderita/mendapat halangan. Kecuali kalau ikan tadi sudah berada di dawuhan Malang, biarpun asalnya dari telaga Buret tetapi sudah bisa diambil oleh siapapun saja. Bagi desa Sawo, Gedangan dan Ngentrong telaga Buret merupakan tempat yang dianggap keramat.
Tiga desa tersebut tiap 1 tahun sekali tepat pada bulan Selo, hari Jum’at Legi bersama-sama mengadakan ulu-ulu/slamatan disitu. Menurut cerita bapak Kepala desa Gedangan (Moedjono) kalau setiap tahun desa-desa tadi tidak mengadakan ulur-ulur (slametan) ke telaga Buret itu, maka banyak terjadi halangan didesanya. Oleh sebab itu hingga sekarang tidak berani meninggalkan kebiasaan tersebut. Kecuali itu telaga buret masih menjadi tempat menepi bagi orang-orang yang akan magang lurah, kedatangannya kesitu untuk mencari timbul. Sewaktu-waktu sudah berhasil/tercapai cita-citanya lalu mengadakan slametan/nyadran ke telaga tersebut.
F.     BENDUNGAN WONOREJO
Bendungan / waduk WONOREJO berada di desa Wonorejo Kec. Pagerwojo sebelah barat kota Tulungagung. Waduk ini debit 15.000 m3 per detik, berfungsi sebagai pembangkit tenaga listrik, pengairan, perikanan, olah raga air dan tempat rekreasi, yang dilengkapi dengan Gazebo, Home stay, Taman, area pemancingan, speed boad penginapan dan tempat pementasan seni tradisional. Waduk Wonorejo berada di kabupaten Tulungagung sebelah selatan kaki gunung wilis tepatnya Lokasi bendungan berada pada Kali Gondang, ± 400 meter di hilir pertemuan antara Kali Bodeng dengan Kali Wangi. Hulu Kali Gondang berada di selatan Gunung Wilis. dibangun sebagai pengendalian banjir di kota seluas 1.055,65 kilometer persegi itu.
Dalam sejarah pembangunannya, sebanyak 995 keluarga telah dipindahkan dari tempatnya bermukim. Dalam sejarah pembangunannya, sebanyak 995 keluarga telah dipindahkan dari tempatnya bermukim. Dalam sejarah pembangunannya, sebanyak 995 keluarga telah dipindahkan dari tempatnya bermukim.Total pembiayaan yang telah dikeluarkan untuk proyek ini mencapai Rp22,049 milyar, clitambah  18,71 milyar yen dana bantuan Pemerintah Jepang. Setelah pembangunan waduk selesai, Perusahaan Listrik Negara (PLN), melengkapi dengan membangun jaringan listrik, seluruh biaya untuk instalasi listrik sebesar Rp 10,9 milyar, plus 577 juta yen dari Pemerintah Jepang.Bendungan ini memiliki sejumlah fungsi penting antara lain, menyediakan air baku untuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebanyak ·delapan meter kubik per detik, mengusahakan pembangkit tenaga listrik 6,02 megawatt, mengendalikan banjir bagi daerah seluas 1.479 hektar, dan mendukung irigasi pertanian untuk sawah seluas 1.200 hektar.  fungsit lainnya adalah untuk masyarakat di sekitarnya. Seperti budidaya perikanan, kawasan sabuk hijau untuk tanaman keras produktif, serta pariwisata. Untuk perikanan, Waduk Wonorejo dapat 200 ton ikan per tahun.Bendungan waduk wonorejo adalah salah satu yang terbesar se asia tenggarasebagai tempat wisata juga Dalam tabel kunjunga  Wisatawan Tulungagnung pengunjung waduk wonorejo sejak tahun 1999 terus menurun. Dari 323.201 orang pada tahun 1999, turun menjadi 292.039 orang pada tahun 2000, dan anjlok lagi menjadi 270.535 orang pada tahun 2001.
Penurunan itu tergambar dari anjloknya jumlah wisatawan di obyek-obyek wisata tertentu, seperti di Goa Tritis (dari 1.084 di tahun 2000 menjadi 887 orang pada tahun 2001), Goa Pasir (dari 2.316 menjadi 2.253 orang), dan Can-di Ngampel (dari 541 orang menjadi hanya sembilan orang).
Pariwisata memang menyangkut soal bagaimana si pengelola kawasan wisata menyediakan fasilitas demi kenyamanan pengunjung.
G.    KAWASAN LAWEAN PENAMPIHAN SENDANG
Air terjun Lawehan salah satu potensi wisata Kabupaten Tulungagung, berada di dusun Turi, desa Geger, Kecamatan Sendang. Lebih kurang 25 km arah barat dari kota Tulungagung, yang merupakan bagian dari Lereng Wilis dengan ketinggian + 1.200 m diatas permukaan air laut. Untuk menuju lokasi harus berjalan kaki + 3 km melewati indahnya panorama perbukitan, dan sembilan kali menyeberangi sungai di hutan yang msih perawan. Menurut kepercayaan penduduk setempat, daerah ini dikuasai oleh Mbok Roro Dewi Gangga, Mbok Roro Cenethi, Mbok Roro Wilis, dan Mbok Roro Endang Sampur?. Penduduk setempat juga meyakini, Barang siapa yang mandi di air terjun ini akan sembuh dari penyakitnya. Karena khasnya jalan menuju obyek ini, yang naik, turun licin, curam dan menerobos semak belukar, maka sangat cocok bagi mereka yang suka tantangan dan pecinta alam. Aapalagi disekitar air terjun banyak tumbuh tanaman anggrek yang masih langka.
H.    CANDI PENAMPIHAN
Candi penampihan terletak di dusun turi desa geger kecamatan sendang kabupaten tulungagung lebih kurang 32 km dari jantung kota ke arah barat laut. Berada di lereng gunung wilis dengan ketinggihan 815 mdpl. Jalan menuju lokasi saat ini 97 % sudah beraspal korea 2 % aspal biasa dan 1 % rabat beton, jadi kalau kesana membawa sepeda motor bisa langsung nyampek area lokasi candi. Kenapa jalannya bagus dan memadai karena kawasan ini oleh pemda tulungagung dijadikan kawasan agropolitan yaitu kawasan yang khusus untuk memproduksi berbagai tanaman sayur mayur dan saat ini cukup banyak investor lokal dan investor asing yang masuk.Area sekitar candi penampihan sejak jaman kolonial Belanda terkenal sebagai penghasil teh. Hal ini terbukti dari sisa-sisa puing bangunan peninggalan Belanda yang dulu menjadi saksi. Namun semenjak awal tahun 2000an karena harga teh yang tak stabil dan terus merugi perusahaan yang pengelolaannya dibawah Puskopad tersebut gulung tikar. Lahan-lahan yang dulu menjadi kebun teh kini dialih fungsikan untuk menanam tenaman sayur-mayur, Lahan-lahan tersebut kini sudah menjadi milik warga dengan status hak milik. Saat ini masih disisakan lahan sekitar 1 hektar di sekitar situs Candi Penampihan.
Candi Penampihan merupakan candi Hindu, memiliki 3 teras dengan posisi Candi utama terletak di bagian paling atas. Bentuknya seperti timbunan padi sebagai perlambang kemakmuran. Candi lain bentuknya seperti kura-kura yang dikelilingi arca naga. Mengenai candi yang susunannya berbentuk Kura-kura melambangkan perwujudan dewa-dewa Wisnu. Awalnya di atas candi ada arca Bima namun hilang. Teras kedua untuk tantri. Sedangkan di teras ketiga terletak prasasti. Prasasti tersebut bernama prasasti Tinulat. Prasasti ini ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno dengan cerita yang tertulis di prasasti, candi ini diperkirakan dibangun sekitar abad 9 hingga 10 pada era kerajaan Mataram Hindu semasa era pemerintahan Dyah Balitung. Tersebut juga dalam prasasti nama Mahesa Lalaten namun tiada sumber yang cukup mengenai siapakah sosok tersebut. “Disebut juga kisah seorang Raja Putri. Diperkirakan raja putri tersebut adalah Dewi Kilisuci, Seorang raja putri dari kediri tertulis di Prasasti ada di bagian bawah. Di candi ini dulunya juga ada arca Dwarapala namun arca tersebut hilang di tahun 2000an. Di sebelah utara ada relief dengan menggunakan gambar 3 ekor Gajah. Ada gambar hewan-hewan yang hidup di daerah ini seperti kera, burung, ular, ayam.
Candi Penampihan dulunya menjadi tempat pemujaan mulai era Mataram Hindu, Singosari, Kediri hingga Majapahit. Di prasasti tersebut tercatat juga nama Wilis yang kemudian dikenal menjadi nama gunung ini. Wilis sendiri artinya hijau, subur.
Konon legendanya Gunung Wilis dulunya merupakan gunung yang aktif. Karena terjadi Samudra Mertana atau pemutaran Air Samudera akhirnya terjadi perpindahan dan memunculkan banyak sumber air yang meredam aktifitas gunung sehingga sekarang Wilis tak lagi aktif.
Mengenai asal-usul nama candi penampihan berawal dari kisah seorang pembesar dari Ponorogo yang jatuh hati dengan putri dari Kediri yaitu dewi kilisuci. Ternyata lamarannya ditolak kalaupun diterima ada begitu banyak permintaan. Dari Kediri pulang kemudian mampir di daerah ini. Menggunakan candi ini sebagai tempat pemujaan dan menyepi. “ Penampihan artinya penolakan. Bisa juga Tampi menerima namun dengan syarat”
I.       GOA TAN TEK SUE
Tidak jauh dari lokasi kedua obyek tersebut terdapat Goa Tan tek Sue. Goa ini biasanya banyak dikunjungi umat Khonghucu pada tiap hari besar agama Khonghucu. Bagi para pelancong rasanya belum lengkap kalau belum menikmati buah Durian yang banyak tumbah di daerah ini. Durian dari daerah ini dikenal dengan nama 'Durian Bajul'. Setelah lelah menikmati berbagai obyek, para pelancong dapat istirahat di penginapan Argo Wilis 'Genceng'. Udaranya yang sejuk dan pemandangan disekitar yang indah, membuat siapapun akan betah berlama-lama di penginapan tersebut.
J.      GOA SELOMANGLENG
Kompleks Goa Selomangleng yang menempati areal kehutanan di lingkungan BKPH Kalidawir, atau tepatnya di Dusun Sanggrahan Kidul, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, merupakan lereng Jurang Sanggrahan yang cukup terjal. Berbatasan dengan kebun milik penduduk, kompleks ini dapat dibedakan atas dua bagian, yakni bagian yang sekarang agak datar yang berada di bagian bawah, serta bagian yang terjal di bagian atas. Di bagian pertama itulah terdapat dua buah goa, sedangkan sebuah candi terdapat di bagian kedua.
Ketiga kekunoan tersebut merupakan hasil pengerjaan pada bongkahan batu besar, memenuhi hampir seluruh sisa bagian atas batu. Goa pertama berada di bagian tanah yang relatif datar, merupakan hasil pengerukan terhadap sebuah bongkah batu besar (monolit) dengan bentuk mulut persegi empat sebanyak dua buah. Gua pertama dihiasi dengan relief, sedangkan goa kedua tidak memilki relief. Lahan yang ditempati bongkahan batu bergoa tersebut meliputi areal seluas 29,5 m x 26 m. Ukuran bagian dalam goa pertama adalah: panjang 360 cm, lebar 175 cm, dan dalam ceruk 380 cm. Mulut goa mengahadap ke arah arah barat. Relief dipahatkan pada panel di dinding sisi timur dan utara. Hiasan itu menggambarkan bagian dari cerita Arjunawiwaha, yakni ketika Indra memerintahkan bidadarinya untuk menggoda Arjuna di Gunung Indrakila.
Digambarkan pula adegan ketika bidadari menuruni awan dari kahyangan ke bumi. Gua kedua terletak di bagian selatan dari goa pertama, pada bongkah yang sama, tetapi pada posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan goa pertama. Goa yang di bagian selatan ini menghadap ke selatan dan tidak memiliki hiasan apapun di dalamnya. Ukurannya panjang 360 cm dan lebar 200 cm
Beberapa meter di sebelah timur goa tersebut, pada tempat yang lebih tinggi terdapat bongkahan batu yang dipahatkan kaki dan batur candi berdenah persegi empat dengan ukuran panjang 490 cm dan lebar 475 cm. Dinding batur candi tersebut dihiasi palang Yunani berbingkai bujursangkar.
Latar Belakang Sejarah
Secara khusus tidak dijumpai keterangan yang dapat diacu untuk mengenal lebih dalam lagi latar belakang sejarah situs tersebut. Menghubungkan kesamaan relief yang terdapat di goa Selomangleng dengan yang dijumpai di Petirtaan Jalatunda, A. J. Bernet Kempers menduga bahwa situs tersebut dibuat dan digunakan pada akhir abad X. Sebaliknya, berdasarkan cara pemahatan dan penataan rambut tokoh-tokohnya, Satyawati Suleiman, berpendapat bahwa goa tersebut berasal dari masa awal Majapahit.
Di Tulungagung, relief yang dipahatkan mengambil cerita bagian dari Arjunawiwaha, khususnya pada episode penggodaan bidadari terhadap Arjuna yang sedang menjalankan tapa. Ini mencerminkan kedekatan mereka akan wiracarita gubahan para pujangga sejak zaman Kerajaan Kadiri. Sekaligus untuk mengingatkan mereka akan laku yang sedang ditekuninya, serta harapan bahwa kekuatan yang terkandung dalam kisah cerita tersebut dapat terwujud.


K.     CANDI DADI
Komplek Candi Dadi berada pada ketinggian 360 m dari permukaan laut, berada di areal kehutanan di lingkungan RPH Kalidawir. Candi ini memiliki candi tunggal yang tidak memiliki tangga masuk, hiasan, maupun arca. Candi tersebut berdiri tegak pada puncak sebuah bukit di lingkungan pegunungan Walikukun. Denah candi berbentuk bujursangkar dengan ukuran panjang 14 m, lebar 14 m, dan tingi 6,50 m.
Bangunan berbahan batuan andesit itu terdiri atas batur dan kaki candi. Berbatur tinggi dan berpenampil pada setipa sisinya. Bagian atas batur merupakan kaki candi yang berdenah segi delapan, pada permukaan tampak bekas tembok berpenampang bulat yang kemungkinan berfungfi sebagai sumuran. Diameter sumuran adalah 3,35 dengan kedalaman 3 m.
Dalam perjalanan ke lokasi ini dapat dilihat sisa bangunan kuna yang masing-masing disebut Candi Urung, Candi Buto dan candi Gemali. Candi-candi yang disebut belakangan dapat dikatakan tidak terlihat lagi bentuknya, kecuali gundukan batuan andesit, itupun sudah dalam jumlah yang sangat kecil yang menandai keberadaannya dahulu.

Latar Belakang Sejarah
Berakhirnya kekuasaan Hayam wuruk juga merupakan masa suram bagi kehidupan agama Hindu-Budha. Pertikaian politik yang terjadi di lingkungan kraton memunculkan kekacauan, seiring dengan munculnya agama Islam. Dalam kondisi yang demikian, penganut Hindu-Budha yang berupaya menjauhkan diri dari pertikaian yang ada melakukan pengasingan agar tetap dapat menjalankan kepercayaan/tradisi yang dimilikinya.
Sebagian besar memilih bukit-bukit atau setidaknya kawasan yang tinggi dan sulit dijangkau. Biasanya tempat baru yang mereka pilih merupakan tempat yang jauh dari pusat keramaian maupun pusat pemerintahan. Candi Dadi adalah salah satu dari karya arsitektural masa itu, sekitar akhir abat XIV hingga akhir abat XV.[sumber: tulungagung.go.id]

L.     CANDI SANGGRAHAN
Candi Sanggrahan terletak di Dusun Sanggrahan, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu. Secara umum kompleks Candi Sanggrahan terdiri atas sebuah bangunan induk dan dua buah sisa bangunan kecil lainnya. Bangunan induk menggunakan batuan andesit dengan isian bata. Bangunan induk berukuran panjang 12,60 m, lebar 9,05 m, dan tinggi 5,86 m. Bangunan ini terdiri atas empat tingkat yang masing-masing berdenah bujursangkar dengan arah hadap ke barat.
Bangunan kecil yang berada disebelah timur bangunan induk hanya tersisa bagian bawahnya saja. Di tempat ini dulu terdapat lima buah arca Budha yang masing-masing memiliki posisi mudra yang berbeda (demi keamanan arca tersebut sekarang tersimpan di rumah Juru Pelihara).
Bangunan Candi Sanggrahan berada pada teras/undakan berukuran 5,10 m x 42,50 m. Pagar penahan undakan itu adalah bata setinggi tidak kurang dari dua meter.

Latar Belakang Sejarah
Para ahli sejarah menduga bahwa Candi Sanggrahan dibangun sebagai tempat peristirahatan rombongan pembawa jenazah pendeta wanita Budha kerajaan Majapahit bernama Gayatri yang bergelar Rajapadmi. Jenazah itu dibawa dari Kraton Majapahit untuk menjalani upacara pembakaran di sebuat tempat di sekitar Boyolangu. Belakangan abu jenazahnya disimpan di Candi Boyolangu. Dimungkinkan Candi Sanggrahan dibangun pada jaman Majapahit masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1359 – 1389 M).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar